Asta Panaongan Part II: Makam Tak Bisa Dihitung dan Sumur yang Masih Menjadi Misteri

Mamira.ID – “Sudah 45 hari asta ini sepi dari pengunjung, biasanya setiap hari ada saja peziarah yang datang. Sejak pandemi, baru kali ini benar-benar tak ada pengunjung satu pun. Dan baru hari ini, tadi pagi dua mobil dari Sampang, dan siang ini sampean berdua yang datang ke sini,” demikian kalimat pertama kali yang muncul dari Syafi’i, sang juru kunci Asta Buju’ Panaongan, mengawali percakapan dengan kami siang itu.

Lebih lanjut, Syafi’i menjelaskan jika kondisi tidak hanya sepi, namun juga gelap saat malam hari. Maklum, semenjak jarangnya peziarah yang datang ke Asta Panaongan, membuat uang kas menipis dan akhirnya tak mampu lagi membayar atau mengisi token listrik.

“Asta ini memang tak pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah. Dari awal memang tidak mau. Biar hasil swadaya atau hasil sumbangan para peziarah saja untuk pembangunan asta ini,” ujarnya seraya tersenyum.

Padahal, Asta Panaongan biasanya selalu ramai oleh para peziarah, meski tidak seramai sepuluh tahun sejak pertama kali ditemukan. Namun, setiap harinya pasti ada saja peziarah yang datang, baik dengan rombongan atau sendirian. Bahkan, saat awal-awal ditemukan, pengunjung asta ini datang dari Tanah Haram, Makkah.

Baca Juga:  Seni Musik Saronen: Media Dakwah Kiai Khatib Sendang

“Peziarah yang dari Makkah itu almarhum Muhammad Ismail, beliau empat kali berziarah ke sini. Beliau mungkin ada hubungan nasab, karena ketika datang ke sini, beliau itu selalu langsung menuju ke asta Syekh Al Arif Abu Said, dan pasti selalu molar (menangis). Dari pagi pukul 9-an, baru pulang setelah Asar. Kalau ulama-ulama di Madura, sepertinya hampir semuanya berziarah ke sini,” ujarnya.

Saat ini, Asta Buju’ Panaongan memang telah dibangun tembok dan atap dari beton atau batu cor. Dana pembangunan tersebut tentu dari sumbangsih para peziarah yang datang. Meski demikian, tembok asta yang asli tetap dibiarkan begitu saja, tanpa dilakukan perubahan sedikit pun sejak pertama kali ditemukan pada 22 tahun silam.

Baca Juga:  Pejuang Melawan Serdadu Belanda di Benteng Pertahanan Guluk-Guluk

Tidak hanya tembok yang tetap dijaga keasliannya, semua kijing dan nisan makam juga dijaga keasliannya, termasuk lantai atau dasar makam.

“Iya, memang dibiarkan tetap tanah seperti ini, gak disemen. Hasil istikharah tidak diizinkan untuk disemen. Se bada e dhalem ta’ ngedhini (yang ada di dalam kubur tidak mengizinkan untuk di semen). Tidak sembarang membangun, tapi istikharah dulu, khawatir mendapat rintangan atau halangan,” terang Syafi’i sembari menunjukkan asta siapa saja yang terpahat nama pada nisannya.

Ket.Foto: Sumur tua yang terdapat di Asta Panaongan. (Mamira.ID)

Hingga saat ini, hal aneh yang belum juga terpecahkan adalah jumlah makam yang berada di Asta Panaongan ini. Meski secara kasat mata nyata jumlah makam tidak terlalu banyak, namun saat hendak dihitung untuk memastikan keseluruhan jumlah makam selalu saja jumlah tersebut tidaklah sama satu sama lain. Hasilnya selalu berbeda-beda.

“Mohon maaf saja, untuk jumlah makam yang ada di sini, saya tidak berani memastikan. karena dulu sudah pernah dihitung, bahkan yang menghitung adalah utusan dari Gubernur Jawa Timur, disuruh menghitung keseluruhan jumlah makam, yang kecil (makam anak-anak) berapa dan yang besar berapa. tiga orang yang menghitung, hasilnya tidak sama, dihitung lagi berubah lagi, dan tidak sama lagi hasil penjumlahan dari tim tersebut, hingga akhirnya mereka menyerah,” ujarnya.

Baca Juga:  Nyai Ceddir: Ulama Perempuan Berkaromah Tinggi

Selain tidak bisa ditentukan berapa jumlah makam keseluruhan, hal yang hingga saat ini tetap menjadi misteri adalah bekas sumur yang terdapat di sebelah barat, kira-kira kurang lebih dua meter dari tembok asta. Bekas sumur tersebut ditutup kain putih tulang dengan motif bunga.

“Sudah diistikharahkan berkali-kali tapi tetap tidak ada petunjuk. Makanya, bekas sumur tersebut tetap dibiarkan. Kalau diperbaiki ataupun digali, khawatir terjadi apa-apa, makanya dibiarkan saja. Semoga nanti ada petunjuk, seperti halnya pembangunan cungkup ini yang diawali dengan istikharah,” pungkas Syafi’i.

Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di youtube:

Mamira.ID