Mamira.ID – Pada 22 tahun silam, tepatnya pada tanggal 9 September 1999, Sumenep dihebohkan dengan penemuan buju’ atau asta yang berlokasi di Desa Panaongan, Kecamatan Pasongsongan. Kabar ditemukannya makam kuna tersebut, tersebar ke pelosok-pelosok desa seluruh kabupaten yang ada di Madura. bahkan, hingga ke Jawa.
Banyak peristiwa aneh yang terjadi sebelum ditemukannya asta para wali di gunungan pasir tersebut. Berawal dari mimpi seorang perempuan warga Desa Panaongan. Di dalam mimpinya, perempuan bernama Sitti Sahriya itu didatangi seorang perempuan tua yang mengatakan bahwa di bawah gunungan pasir tersebut ada makam dari perempuan yang datang lewat mimpinya.
“Istri saya bermimpi didatangi oleh perempuan tua tersebut sampai empat malam berturut-turut. Maka, setelah mimpi pada malam keempat tersebut, keesokan harinya, saya berembuk dengan saudara saya, Bapak H. Amiruddin, dan famili yang lain berjumlah 13 orang, termasuk para keponakan, untuk menggali gunungan pasir tersebut,” kata Bapak Imam Syafi’i, suami dari perempuan yang didatangi mimpi, sekaligus juru kunci Asta Buju’ Panaongan.
Asta Buju’ Panaongan ditemukan di dalam gunungan pasir dengan ketinggian kurang lebih 7,5 meter. Masyarakat setempat memberi nama gunungan pasir tersebut dengan sebutan ‘beddih ngandung’, yang jika dibahasa Indonesiakan berarti pasir hamil. Diberikan nama atau sebutan tersebut karena gunungan atau gundukan pasir itu mirip perut seorang perempuan yang hamil. Dan memang hanya di daerah tersebut ada gunungan pasir yang sangat tinggi, dibanding pesisir lain di daerah Pasongsongan.
Asta Buju’ Panaongan ditemukan di malam penggalian keenam dini hari, tepatnya pukul 02.30 WIB. Para penggali menemukan pagar asta terlebih dahulu. Melihat tanda-tanda penggalian menemukan titik terang, penggalian terus dilakukan, sehingga asta pertama ditemukan. Pada nisan asta, terpahat atas nama Nyai Ummu Nanti, yang wafat pada tahun 1820 Masehi. Kemudian, asta kedua tertulis nama Syekh Al Arif Abu Said, yang wafat pada tahun 1292 Hijriah. Dan makam ketiga tertulis nama Syekh Abu Sukri, yang wafat pada tahun 1281 Hijriah. Pada asta ketiga inilah muncul aura mistis. Asta tersebut mengeluarkan wangi hajar aswad. Semua tulisan pada nisan makam menggunakan tulisan Arab atau kaligrafi.
“Penggalian pasir ini dilakukan pada malam hari saja. Dan setiap malam Senin. Malam pertama, ditemukan malam Senin. Maka, penggalian dilakukan setiap malam Senin sampai tuntas. Sampai semua asta ditemukan, saat penggalian ada sinar yang datang dari empat penjuru, sinar pertama datang dari arah timur laut, kemudian dari barat daya, barat laut dan kemudian yang terakhir muncul dari arah tenggara, itu nyata bukan mimpi, semua cahaya menyatu pada satu titik, ya asta ini. semua penggali berhenti menyaksikan sinar putih itu jatuh di tengah-tengah gunungan pasir ini, itu kejadiannya jam 11 malam,” ujar Bapak Syafi’i.
Dengan ditemukannya beberapa makam setelah penggalian, kabar keberadaan asta keramat tersebut terus tersebar luas melalui takmir-takmir masjid di Madura. Bahkan, hingga ke Jawa. Melalui informasi dari masjid ke masjid, membuat masyarakat mulai berdatangan membantu penggalian. Hingga akhirnya, penggalian tuntas pada malam ke-45.
“Penggalian tuntas pada malam ke-45. Ya, sampai semua makam ditemukan. Seperti yang terlihat saat ini, yang menggali itu puluhan ribu orang, secara bergantian.” terang sang juru kunci.
Bersambung…..
Selanjutnya akan diulas dari mana saja peziarah terjauh yang datang ke Asta Buju’ Panaongan, dan cerita mistis lainnya, di antaranya, seperti tidak bisa ditentukannya berapa jumlah makam secara keseluruhan, dan misteri bekas sumur yang hingga kini ditutup kelambu.
Jangan lupa juga tonton video Mamira.ID di Youtube:
Mamira.ID