Mamira.ID – Babad Songenep merupakan sebuah mahakarya yang sampai saat ini menjadi literasi lembaran sejarah perjalanan para penguasa Sumenep. Sejak masa sang legendaris Jokotole, hingga era dinasti terakhir. Karya ini ditulis oleh Raden Werdisastra, salah satu tokoh penting sekaligus Sekretaris Keraton Sumenep.
Werdisastra lahir di Sumenep dengan nama kecil Raden Musa’ed. Versi lainnya, nama Musa’ed adalah sebuah kependekan dari kata Muhammad Sa’ed. Jika diperjelas, nama sang penyusun Babab Sumenep ialah Raden Muhammad Sa’ed.
Nama Werdisastra merupakan gelar yang diberikan oleh penguasa Sumenep atas jasa-jasanya dalam mengabadikan riwayat tutur ke dalam tulisan babad. Tulisan yang selesai pada 1914 dalam rupa bahasa Madura tulisan carakan.
“Gelar raden di depan nama Musa’ed Werdisastra, menunjukkan identitasnya sebagai anggota keluarga bangsawan. Berdasarkan catatan keluarga besar keraton Sumenep, Raden Werdisastra adalah cicit Raden Atmologo II alias Raden Sukari. Sedangkan Raden Atmologo II merupakan salah satu putra dari Raden Wongsokusumo I atau Patih Keraton Sumenep,” terang I Bagus Salam, yang akrab dipanggil Iik, salah satu kerabat dari Raden Werdisastra.
Dalam pengantar bukunya, Raden Werdisastra mulai menulis babad pada tanggal 15 Februari 1914. Di masa itu, keraton Sumenep berada di bawah kepemimpinan Pangeran Aria Pratamingkusumo alias Abdul Muhaimin (tahun 1901-1926 Masehi).
Buku Babad Songenep dibagi menjadi 3 bab. Pada bab 1, menceritakan tentang keadaan masa kuna, sedangkan bab 2 dan 3, menceritakan tentang keadaan masa berikutnya.
Raden Musa’ed Werdisastra menulis mahakaryanya dengan menggunakan bahasa Madura huruf Jawa atau aksara carakan. Buku ini ditulis pada masa penjajahan kolonialisme Belanda, tepatnya pada tanggal 15 Februari 1914 Masehi.
Pada masa hidup Raden Werdisastra, buku tersebut sempat ditulis ulang atau disalin ke bahasa Madura huruf latin. Namun, hanya selesai sebagian, karena beliau berpulang saat upaya tersebut belum rampung.
Raden Musa’ed Werdisastra wafat pada hari Ahad, 27 Mei 1956 Masehi, bertepatan dengan 18 Syawal 1376 Hijriah, tepat pukul 15.30 WIB, sang legendaris menghembuskan nafas terakhirnya. Jenasah beliau dikebumikan di kompleks pemakaman keluarga besar Raden Adipati Pringgoloyo alias Patih Keraton Sumenep.
“Setelah mangkatnya Raden Werdisastra, upaya dalam rangka menerjemahkan Babad Songennep beraksara carakan Madura dilanjutkan oleh Moh. Waji Sastrawijaya, salah satu putra dari Raden Sastrawijaya. Tepat pada tanggal 20 Maret 1971 Masehi, beliau menyalin babad beraksara huruf Jawa ke dalam bahasa Madura beraksara latin,” pungkas Iik.
Tonton juga video Mamira.ID di youtube:
Mamira.ID