Loteng, Potret Miniatur Keraton dalam Keraton di Sumenep (3)

SUMENEP, MAMIRA.id – Jika raja atau “rato” di Sumenep pada abad 19 memiliki Keraton, maka para pangeran memiliki Loteng.

Fungsi Keraton dan Loteng hampir sama. Bedanya soal status sang tuan. Keraton bermakna kediaman ratu atau ‘rato’ dalam bahasa Madura. Loteng merupakan “keraton” kecil, karena pemiliknya adalah anak-anak rato, yang dalam hal ini bergelar pangeran.

Sederhananya, perbedaan keduanya hanya masalah skala. Secara de facto, para putra raja atau rato adalah penguasa-penguasa kecil. Kuasanya merupakan miniatur keraton tanpa de jure.

“Bahkan kalau melihat bangunan keraton sebelum yang dibangun Panembahan Sumolo pada akhir abad 18, malah lebih sederhana dan lebih kecil dibanding Loteng para pangeran yang masih bisa disaksikan saat ini,” kata RB Muhlis, salah satu pemerhati sejarah di Kabupaten Sumenep.

Baca Juga:  Hari Purbakala Ke-108, dan Menyingkap Misteri Jejak Migrasi Masa Prasejarah di Kangean

Bangunan keraton yang dimaksud ialah keraton lama di sebelah barat keraton baru. Keraton lama merupakan kediaman Ratu Rasmana dan suaminya, Bindara Saot alias Kangjeng Raden Tumenggung Tirtonegoro (1750-1762).

Bangunan Keraton Bindara Saot ini memang satu-satunya bangunan Keraton Sumenep lama yang masih bisa dilihat di masa sekarang. Sebelum-sebelumnya hanya tercatat lokasi berdirinya, namun bekasnya sudah tidak ada.

“Seperti keraton Pangeran Jimat di kampung Dalem Temor, Pajagalan. Hanya diterangkan nama kawasannya, namun bekasnya tidak ditemukan. Sehingga, tak bisa dipastikan posisinya di mana,” kata Muhlis, Kamis (03/09/2020) lalu.

Kembali pada Loteng dan para pangeran pemiliknya, juga memiliki fasilitas yang cukup istimewa. Para pangeran tersebut juga memiliki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Pangeran Kornel misalnya, sebagai Kepala Angkatan Perang Keraton. Begitu juga Pangeran Le’nan, Panglima Perang Keraton yang di samping memiliki Loteng juga memiliki markas di kawasan yang dulu disebut Tangsi, yaitu di sebelah timur laut keraton.

Baca Juga:  Samman Madura, Semoga Tidak Tinggal Kenangan

Sementara Pangeran Suryoamijoyo adalah Sekretaris Keraton. Dan Pangeran Suryoadiputro adalah Bendahara Baitul Maal Keraton.

Para pangeran ini juga memiliki abdi dalem khusus. Begitu juga dalam hal kawasan, para pangeran juga memiliki kawasan khusus yang diistilahkan Lama’. Lama’ bermakna hamparan atau alas duduk. Atau juga bisa disebut tikar. Sebuah analogi dari hak tanah yang dimiliki para putra utama ini, yang lokasinya tidak sama antar pangeran.

Sebelum tahun 1884 memang para bangsawan memiliki kuasa atas tanah dan cacah. Baru setelah negara atau Keraton Sumenep diatur oleh Gupermen pada tahun itu, diterapkan landmeter untuk mengukur luas desa dan sawah afdeling. Para bangsawan maupun pejabat keraton dicabut hak tanahnya dan diganti tunjangan kebangsawanan (onderstand aan madureesche adelijken).

Baca Juga:  Kiai Ali: Maha Guru dari Tanah Barangbang (Bagian II)

Penulis: Sidi Mufy
Sumber: Media Center