Dua Pangeran Jimat, dan Kisah Syuhada Pertama Pulau Garam

MAMIRA.ID, Pamekasan – Di antara tokoh-tokoh populer dalam lembaran sejarah Madura ialah Pangeran Jimat. Dalam penelusuran Mamira, nama ini merujuk pada dua orang tokoh berbeda. Persamaannya, keduanya merupakan tokoh bangsawan utama di masanya. Yang satu ialah seorang raja, dan satunya lagi merupakan calon raja atau putra mahkota. Keduanya juga dikenal tidak memiliki keturunan, dan digantikan putra saudaranya sebagai penguasa berikutnya.

Keduanya juga sangat terkait erat. Yang satu merupakan cucu keponakan dari tokoh satunya. Keduanya merupakan putra dan cicit raja terbesar Pamekasan, Panembahan Ronggosukowati (memerintah pada 1530-1616 Masehi).

Dua Pangeran Jimat, dan Kisah Syuhada Pertama Pulau Garam
Pasarean Panembahan Ronggosukowati, Raja agung Pamekasan. (Foto/Mamira)

Pangeran Jimat yang pertama ialah putra Panembahan Ronggo dengan Ratu Inten. Ratu Inten menurut catatan silsilah Kerajaan Pamelengan merupakan keturunan langsung Sunan Giri I, salah satu tokoh Wali Sanga yang sekaligus penguasa Giri Kedaton.

Pangeran Jimat kedua ialah putra Pangeran Rama alias Pangeran Cakranegara II (penguasa Sumenep pada 1678-1709 Masehi). Cakranegara II ialah putra Ario Adikoro I alias Pangeran Gatutkoco, Adipati Pamekasan. Gatutkoco adalah putra Pangeran Purboyo. Dan Purboyo adalah putra Panembahan Ronggosukowati.

Baca Juga:  Laras Slendro, Komparasi Karawitan Madura dengan Jawa

Berdasarkan catatan Sumenep, Pangeran Jimat kedua merupakan penguasa Madura Timur pada 1721-1744 Masehi. Di masa beliau Sumenep dan Pamekasan menjadi satu di bawah kendalinya.

Dua Pangeran Jimat, dan Kisah Syuhada Pertama Pulau Garam
Pasarean Pangeran Jimat, Raja Sumenep di Asta Tinggi. (Foto/Mamira)

Kembali pada Pangeran Jimat pertama, sang pangeran ini merupakan putra mahkota yang dicalonkan memerintah Pamekasan sepeninggal Panembahan Ronggo. Kala itu, putra mahkota ada dua. Selain Pangeran Jimat, juga Pangeran Purboyo, kakaknya.

Tahun 1616, Panembahan Ronggo yang sudah sepuh memasrahkan tampuk pemerintahan pada kedua putranya sekaligus. Yaitu Purboyo dan Jimat. Semacam pemerintahan kembar. Karena kala itu Panembahan Ronggo masih hidup. Dan Pamekasan juga memiliki beberapa daerah kecil atau bawahan. Seperti di Jambringen, Labangan, Raba Daja.

Dalam versi lain, setelah Panembahan Ronggosukowati memerintah selama 86 tahun, maka Pangeran Jimat (putra dengan Nyai Ratu Inten, selaku isteri padmi) yang naik takhta. Namun karena waktu itu Pangeran Jimat masih di bawah umur, diangkatlah Pangeran Purboyo (putra dari garwa ampian/selir) sebagai wali raja.

Baca Juga:  Asta Tinggi Bagian IV: Megahnya Cungkup Panembahan Sumolo

Syuhada Awal Gerbang Salam

Beberapa lama di masa itu, Pamekasan terlibat dalam perang puputan, perang habis-habisan, karena semua isi keraton ikut berperang melawan melawan invasi kerajaan Mataram ke Madura pada tahun 1624 Masehi. Panembahan Ronggo, Pangeran Purboyo, Pangeran Jimat, permasuri, selir dan semua anggota kerajaan gugur.

Satu-satunya keluarga yang selamat adalah Raden Dakseno alias Pangeran Gatutkoco, putra Pangeran Purboyo hasil pernikahan dengan gadis Plakpak. Seperti disebut di muka, Pangeran Gatutkoco ini bergelar Pangeran Ario Adikoro I. Beliau juga menikah dengan putri Raja Sumenep, dan berputra salah satunya Pangeran Rama, adipati Sumenep.

Dua Pangeran Jimat, dan Kisah Syuhada Pertama Pulau Garam
Pasarean Pangeran Jimat, Putra Mahkota Kerajaan Pamekasan di Asta Kolpajung Pamekasan. (Foto/Mamira)

Selama beberapa turunan dari trah Ronggosukowati ini terus memerintah Pamekasan. Hingga Raden Alsana alias Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat II, yang dikenal dengan nama Ghung Tengnga.

Kembali pada peristiwa puputan itu, jenazah Panembahan Ronggo, Pangeran Jimat, dan Pangeran Purboyo dimakamkan di Asta Kolpajung. Selain pasarean Pangeran Purboyo, kijing dan ornamen makam Panembahan Ronggo beserta Pangeran Jimat masih original.

Baca Juga:  Kiai Baroya: Penerus Estafet Perjuangan Kiai Faqih

Nuansa kuna masih kental dengan bentuk dan lambang-lambang bercorak Majapahit. Salah satunya ornamen surya majapahit di nisan Pangeran Jimat. Maklum, jika ditarik ke atas, Panembahan Ronggosukowati memang berdarah Majapahit.

Ronggosukowati merupakan cucu dari Pangeran Demang Plakaran, Keraton Anyar, Arosbaya. Pangeran Demang dari garis ayahnya merupakan keturunan Ario Damar, Sultan Palembang, yang merupakan salah satu anak Brawijaya. Sementara dalam versi lain, sebuah manuskrip kuna menuliskan Pangeran Demang sebagai trah Kangjeng Sunan Giri Prabu Satmata.

Dari garis ibu, Pangeran Demang merupakan keturunan Lembu Petteng, Kamituwo Sampang, yang juga secara genealogi adalah putra Brawijaya.

Kendati demikian, nuansa Islam juga sangat kental di salah satu situs paling tua di Pamekasan itu. Karena di nisan juga masih ada tulisan Arab yang sudah mulai aus. Diperkirakan tulisan itu merupakan kalimat tauhid.