MAMIRA.ID, Madura – Sistem pemerintahan Sumenep atau Madura Timur tempo dulu dikenal dengan sejarahnya yang dinamis. Khususnya mengenai angin perubahan kekuasaan.
Seperti diketahui, di Sumenep sejak abad 13 dikendalikan oleh beberapa dinasti. Meski tidak ada penyebutan perdinasti secara tegas.
Angin perubahan itu ditandai oleh beberapa peristiwa, termasuk adu fisik atau perang. Namun di paruh kedua abad 17, angin perubahan terjadi melalui hubungan pernikahan.
Pernikahan itu tergolong pernikahan besar, yaitu antara empat putri mahkota bersaudara dengan empat penguasa.
Raden Ayu Otok
Ibunya bernama Nyai Kani. Yaitu keponakan Pangeran Trunojoyo alias Panembahan Maduretna.
Ayahnya ialah Raden Bugan alias Pangeran Yudanegara, penguasa Madura Timur pada 1648-1672.
Raden Ayu Otok dipersunting oleh Raden Daksena alias Pangeran Gatotkaca, putra Pangeran Purbaya Pamekasan. Purbaya adalah anak sulung Panembahan Ronggosukowati, Raja Pamekasan. Menurut catatan silsilah, ibunda Raden Bugan adalah salah satu putri Ronggosukowati.
Gatotkaca merupakan penguasa Pamekasan pasca invasi Mataram. Beliau bergelar Pangeran Adikoro I. Makamnya berada di Asta Kolpajung, Pamekasan.
Dari pernikahan Raden Ayu Otok dan Adikoro I lahir beberapa orang anak, salah satunya Pangeran Rama alias Cakranegara II, adipati Sumenep pada 1678-1709.
Raden Ayu Artak
Beliau adalah isteri Raden Kaskiyan alias Tumenggung Pulangjiwo. Pulangjiwo adalah anak Pangeran Karangantang, Sampang, yang merupakan pecahan keluarga Giri Kedaton.
Tumenggung Pulangjiwo menggantikan mertuanya sebagai Raja Sumenep pada 1672-1678, dengan gelar Pangeran Panji Pulangjiwo.
Salah satu anak Raden Ayu Artak dan Pangeran Pulangjiwo ialah isteri Pangeran Rama, alias ibu dari Pangeran Jimat dan Ratu Rasmana (isteri Bindara Saot).
Raden Ayu Kacang
Suaminya adalah Tumenggung Wirasekar, anak Pangeran Megatsari, Bupati Jambringen Pamekasan.
Setelah invasi Mataram, Pamekasan diperintah oleh Megatsari yang merupakan menantu Pangeran Cakraningrat I (Keraton Sampang).
Wirasekar sebelumnya sempat mengganti ayahnya sebagai Bupati Jambringen. Namun beliau dipindah ke Sumenep dan bersama-sama menjabat sebagai Adipati Sumenep berdampingan dengan Pangeran Pulangjiwo.
Wirasekar dikenal dengan gelar Pangeran Wirosari atau Pangeran Sepuh. Beliau wafat di tahun yang sama dengan Pulangjiwo (1678).
Dari pernikahan dengan Wirosari, Raden Ayu Kacang melahirkan beberapa anak, salah satunya ialah Pangeran Wiromenggolo, adipati Sumenep 1709-1721, menggantikan mertuanya, Pangeran Rama.
Raden Ayu Batur
Di antara empat putri Yudanegara, hanya Raden Ayu Batur yang menurut informasi babad (Babad Songennep) tidak disebutkan memiliki anak. Meski dalam literasi lain disebut memiliki anak tunggal berjenis kelamin laki-laki.
Beliau menikah dengan Tumenggung Baskara I dari Pamekasan. Tidak ada ada penjelasan mengenai sosok Baskara I. Namun diperkirakan masih dari pecahan keluarga Dinasti Pangeran Bonorogo alias Adipati Pramono.