Matinya Pengaruh PKI di Sumenep: Orang-orangnya Satu Persatu Diciduk dan Diikat

Mamira.ID – Lima puluh tahun yang lalu, sebuah peristiwa kelabu nasional terjadi. Tak hanya merenggut jiwa 6 orang pati (perwira tinggi) TNI Angkatan Darat dan seorang perwira pertamanya, peristiwa yang dikenal dengan Gerakan 30 September PKI (sebagian pihak sudah tak menghubungkannya dengan partai ini, dengan dalih sejarah masih menuai kontroversi) ini juga membuat jutaan nyawa lainnya melayang sia-sia tanpa melalui proses pengadilan.

Namun, apapun komentar orang mengenai keterlibatan tunggal PKI dalam tragedi tersebut, yang pasti komunisme memang tak bisa hidup di negara Pancasila, yang masyarakatnya beragama dan mayoritas menganut Islam. Lebih banyak sisi kontrasnya daripada persamaan (yang dicoba dicari-cari titik pertemuannya oleh sebagian pihak). Yang pasti, Islam tak menghalalkan segala cara untuk meraih cita-cita.

Kembali pada Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), aktivitas partai yang dikomandoi oleh Dipa Nusantara Aidit, ini juga mewarnai kota-kota lain yang notabene bukan termasuk basisnya. Namun, kiprahnya yang kurang maksimal di belahan lain bumi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu menjadi bukti resistansi paham partai dengan agama.

Baca Juga:  Terungkapnya Teka-teki Asta Kesambi di Desa Kebonagung Sumenep

Di Sumenep misalnya, kekuatan ulama yang sangat berseberangan dengan komunisme, membuat partai berlambang palu-arit bentukan Tan Malaka, Semaun, dan Muso cs ini kesulitan meski untuk sekadar bernafas. Lalu, bagaimana suasana 1965 dalam pelupuk mata warga Sumenep yang telah melalui hidup di masa itu?

“Pada dasarnya, Sumenep bukanlah basis PKI. PKI besar di Jawa, khususnya di daerah Madiun. Itu ditandai dengan meletusnya pemberontakan PKI untuk yang pertama kali terhadap Republik Indonesia pada tahun 1948. Kalau bicara suasana Sumenep dulu waktu terjadi peristiwa 1965 (kudeta PKI jilid kedua; red), di sini tidak setegang suasana di daerah Jawa. Di sini agak tenang, tidak begitu mencekam. Dengan kata lain, situasi masih terkendali, rakyat tidak krasak-krusuk dan tidak begitu panik. Cuma sempat terdengar akan peristiwa penculikan dan pembunuhan jenderal-jenderal di Jakarta, namun tak sampai menimbulkan ketakutan berkepanjangan,”kata K. R. Hasanuddin Wongsoleksono, salah satu tokoh di Sumenep yang merasakan langsung suasana kala itu.

Baca Juga:  Menguak Kembali Penemuan Asta Panaongan pada 22 Tahun Silam Part I

Menurut Kiyai Hasan, panggilannya, meski sempat terjadi pencidukan oknum-oknum PKI atau mereka yang berafiliasi pada partai tersebut yang konon banyak yang diadili tanpa jalur pengadilan, namun tak sampai mengeruhkan suasana.

“Tegang iya, ya. Tapi, untunglah masyarakat di sini tidak gaduh. Dari info yang saya dengar, katanya langsung diambil saja (orang-orang PKI itu; red), satu persatu diciduk, diikat, lalu dibawa tanpa ada perlawanan,” tambahnya.

Hanya saja, memang tidak begitu sulit mengatasi keadaan di Sumenep. Karena menurut Kiai Hasan, PKI di Sumenep minoritas. Di pusat, PKI merupakan partai besar yang bersaing dengan partai besar lainnya, seperti Masyumi dan lainnya, namun sebaliknya di Sumenep.

Baca Juga:  Pangeran Letnan: Pemimpin Pasukan Perang Sumenep Melawan Belanda di Aceh

“Sumenep itu daerah santri. Rata-rata masyarakatnya agamis, ulamanya banyak, sehingga sulit ditembus oleh PKI. Jadi, secara paham saja sudah jelas berbenturan. Komunis (atheisme; red) dan Islam, ya tidak akan bertemu. Dan juga di sini ulamanya sangat tegas. Jelas-jelas menolak paham mereka, sehingga PKI jadi takut, tidak berani,” ungkap putra salah satu ulama kharismatik Sumenep, almarhum K. R. Wongsoleksono Pandian ini.

Mengenai saat ini mulai maraknya kembali buku-buku beraliran kiri yang beredar bebas di pasaran, menurut Kiai Hasan harus diwaspadai. ”Tidak benar itu. Semestinya harus dicegah itu. Tidak bisa komunisme hidup bergandengan dengan ideologi bangsa kita. Tidak ada benang merahnya. Tidak bisa dibiarkan itu,”pungkasnya.

Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di youtube:

*Tulisan di atas pernah dimuat di sumenepkab.go.id dengan judul: Banyak Ulama, PKI Tak Dominan di Sumenep