Legenda Jokotole II: Cerita Kuda Terbang ‘Megaremmeng’ dan Tandu yang Patah

Wafatnya sang Nata

Jokotole alias Aria Kudapanole dikisahkan wafat dalam perjalanan antara Kecamatan Dungkek menuju Keraton Sumenep.

Dungkek, tepatnya di kawasan Desa Lapataman, sang ksatria jatuh sakit. Di usia senjanya, beliau memang lebih suka menjauh dari kehidupan duniawi dan persoalan pemerintahan. Itulah sebabnya, sebelum mangkat, tahta keraton Sumenep sudah diserahkan pada  putra mahkotanya yang bernama Raden Aria Wigananda dan patihnya bernama Aria Banyak Modang.

Mendengar kabar bahwasanya beliau jatuh sakit, sang pangeran bermaksud menjemput ayahanda dari pesanggrahannya di Desa Lapataman, Kecamatan Dungkek, guna dibawa pulang dan dirawat di keraton Sumenep. Putra mahkota khawatir ayahandanya wafat di tempat tersebut.

Meski bersedia dibawa dengan sebuah tandu, Jokotole meramalkan bahwa hembusan nafasnya tidak akan sampai ke pusat keraton Sumenep. Sebab kondisinya sudah kritis. Ramalan tersebut tersirat dalam sebuah wasiat kepada putranya yakni Raden Aria Wigananda.

Baca Juga:  Loteng, Potret Miniatur Keraton dalam Keraton di Sumenep (4)

Jokotole berkata: “Anakku tercinta, maksud ananda menjemput sang ayah di pesangrahan sangatlah baik. Akan tetapi, rasanya ayah tak akan sampai ke keraton Sumenep. Kondisi ayah sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit ini, dan umur sudah di ujung senja. Jika ayah menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan, dan di mana nanti tandu yang membawa jasadnya patah, maka di situlah ayah dikuburkan.” “Iya, baik, Ayah,” jawab sang putra mahkota dengan penuh rasa sedih.

Ket.Foto: area atau komplek asta Jokotole tampak dari atas. (Mamira.ID)

Rombongan keluarga keraton Sumenep pun bergerak ke arah barat Desa Lapataman, tepat di sebuah desa kecil, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. desa tersebut dikenal dengan nama “Tang Bhatang” diambil dari kata Bhebetang, atau jika dalam bahasa Indonesia bermakna bangkai. Bangkai yang dimaksud adalah jasad Jokotole. Dari peristiwa duka ini pada perkembangannya dikenang menjadi nama sebuah Desa  yakni Batang-batang.

Duka menyelimuti rombongan keluarga keraton Sumenep, kala itu. Jasad Jokotole tetap ditandu menjuju arah barat desa kecil tersebut. Langkah demi langkah menjadi saksi jejak perjalanan, setapak demi setapak jalan pun dilalui, teriknya matahari menjadikan semangat para pemikul tandu. Jalanan terjal dan berkelok, mereka susuri. Sehingga, pada akhirnya, rombongan pun merasa lelah dan bermaksud berhenti sejenak untuk beristirahat sebelum sampai ke keraton Sumenep.

Baca Juga:  Misteri Kereta Kencana Melor, Kendaraan Raja Sumenep dari Negeri British

“Kejadian-kejadian yang dilalui oleh rombongan keraton diabadikan menjadi nama-nama desa, seperti Desa Kolpo, diambil dari kata lempo atau lelah, Desa Tamedung diambil dari kata tatedung, dung-tedungan atau ketiduran. Desa Aeng Merah diambil dari proses penggalian air yang dibutuhkan untuk minum rombongan keluarga keraton. Konon, airnya yang keluar dari sumber mata air tersebut berwarna merah (Madura baca: Aeng Mera),” terang Jakfar.

Babad Sumenep pun mengisahkan wafatnya Jokotole dalam perjalanan menuju Sumenep. Sesuai dengan wasiat sang legenda, jenazahnya tetap dibawa ke arah Barat. Nah, sampai di Kampung Sa’asa, yang sekarang masuk kawasan desa Lanjuk, Kecamatan Manding, usungan tandu itu patah. Maka, sang Nata pun dimakamkan di sana.

Baca Juga:  Nyai Nurima: Ibunda Sang Nata, Leluhur Penguasa Keraton Sumenep Dinasti Terakhir

Pasarean Jokotole alias Aria Kudapanole berada di Kampung Sa’asa, Desa Lanjuk, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep. Hanya terdapat satu makam utama, yaitu Asta Jokotole. Asta Jokotole sudah mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Sumenep dan termasuk cagar budaya yang dilindungi. Saat ini, Asta Jokotole juga menjadi wisata religi, dan selalu ramai akan peziarah.

“Namun, sekitar 15 meter di arah selatan, ada makam juga. Konon, itu makam usungan tandu sang Nata. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa itu makam si kuda terbang Megaremmeng,” pungkas Jakfar.

Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di Youtube:

Penulis: Abd Warits

Editor: Mamira.ID