Legenda Jokotole I: Dibuang Saat Masih Bayi, Jadi Raja Sumenep Kemudian

Mamira.ID – Tokoh legendaris dari ujung timur Pulau Madura, mungkin demikianlah kita menyebut tentang kisah sang tokoh bernama Jokotole. Beliau merupakan putra yang lahir dari seorang putri cantik rupawan dari keraton Songenep bernama Dewi Saini atau yang populer dengan julukan Potre Koneng.

Potre Koneng merupakan putri dari pasangan Raden Ayu Retna Sarini dengan Wagung Rukyat alias Pangeran Secadiningrat II. Mengalir darah ningrat pada sosok Potre Koneng ini. Ia masih cucu dari Pangeran Natapraja atau Pangeran Bukabu. Sebab, ibunda Potre Koneng merupakan putri dari raja yang berkuasa di kawasan Desa Bukabu, Ambunten.

Dalam Babad Songenep karya Raden Musa’ied Werdisastra, dikisahkan bahwasanya Potre Koneng adalah putri keraton yang sering melakukan tirakat atau semedi, terutama yang masyhur pernah melakukan tirakat di Gua Payudan, di Desa Payudan Daleman, Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep. Ada sebuah legenda tentang kisah asmara sang putri dengan sosok penguasa di Pulau Sepudi, yakni Adi Poday.

Baca Juga:  Peristiwa Ajaib di Balik Bertobatnya Kiai Ceddir, Cucu Kiai Khatib Paranggan

“Menurut legenda, perkawinan antara Adi Poday dengan Potre Koneng itu lewat mimpi atau kawin batin. Saat sang Putri sedang bertirakat, tiba-tiba dikejutkan dengan secercah sinar yang membuat perutnya hamil. Pada akhirnya, lahirlah tokoh yang melegenda dan namanya harum di negeri Majapahit,” ujar R. B. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah Sumenep.

Jokotole Dibuang oleh Sang Ibunda

Waktu kian berlalu, perut sang Putri pun kian membesar. Hingga saat tiba waktu hari kelahiran (Madura: Katerbi’enna), putri keraton tersebut melahirkan sesosok bayi yang tampan rupawan, wajahnya bersinar mengeluarkan cahaya. Kemudian, si bayi mungil tersebut diberi nama Jokotole.

Namun, meski lahir dari keluarga keraton, nasib sang bayi sangat memprihatinkan. Malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih. Ia justru dibuang dan tidak bisa menikmati kemewahan di lingkungan keraton Banasare. Sosok bayi tersebut kemudian diasuh oleh seorang empu yang bernama Empu Kelleng.

Baca Juga:  Gua Payudan: Tempat Para Raja Sumenep Bersemadi, Siapa Saja Mereka?

Menurut legenda, si kerbau putih peliharaan Empu Kelleng yang menyusui Jokotole di tempat ia dibuang. Hingga pada akhirnya ditemukan dan diasuh sebagai anak angkat oleh sang Empu yang bermukim di Desa Pakandangan, Kecamatan Bluto.

Karena dibesarkan di lingkungan seorang pandai besi, maka tak heran jika kemudian Jokotole turut memiliki keahlian dalam mengolah besi baja menjadi pusaka, alat pertanian, pisau, dan arit yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari.

“Bakat dan keahlian yang dimiliki Empu Kelleng dalam mengolah besi menjadi pusaka, benar-benar diwariskan kepada putra angkatnya yaitu Jokotole. Bahkan, menurut cerita, Jokotole lah yang mampu merampungkan pintu gerbang keraton Majapahit di tanah Jawa Dwipa. Beliau yang ikut membantu para empu se-tanah Jawa dalam rangka pembangunan gapura agung atau pintu gerbang keraton Majapahit, lebih khususnya Empu Kelleng. Dan beliau juga yang mampu merekatkan (Madura baca: Matre’e) sambungan pintu besar tersebut. Maka tak heran, jika kemudian dikenal sebagai sosok yang mendirikan bangunan bersejarah itu,” ungkap Nurul Hidayat.

Baca Juga:  Drama Dibalik Pernikahan Nyai Dewi Asri, Nenek Bindara Saot

Menikah dengan Putri Raja Majapahit

Ket.Foto: Makam putra Jokotole alias Arya Kuda Panole bernama Raden Aria Wigananda yang terletak di Desa Gapura Barat, Kecamatan Gapura. (Mamira.ID)

Setelah cukup dewasa, berkat perjuangan dan keberhasilannya di tanah Majapahit, Jokotole pun dinikahkan dengan putri Raja Prabu Kertabumi Brawijaya V yang bernama Raden Ayu Dewi Ratnadi. Selain itu, Jokotole pun diberi gelar Raden Aria Kuda Panole, dan berkuasa di Sumenep antara tahun 1415-1460 Masehi dengan gelarnya Secadiningrat III.

Pernikahan antara Jokotole dengan Raden Ayu Dewi Ratnadi dikaruniai putra dan putri. Di antaranya, Raden Aria Wigananda dan Raden Ayu Sunan Paddusan. Raden Aria Wigananda lah yang melanjutkan tahta keraton Sumenep setelah Jokotole wafat. Beliau bertahta antara tahun 1460 sampai dengan 1502 Masehi, dan keratonnya berada di Desa Gapura, Kecamatan Gapura, Sumenep.

Bersambung….

Selanjutnya akan diulas mengenai kisah kuda terbang dan jejak hidup hingga meninggalnya sang legenda Jokotole.

Jangan lupa tonton juga Video Mamira.ID di youtube:

Mamira.ID