MAMIRA.ID – Kelurahan Kepanjin Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur banyak menyimpan informasi sejarah, baik dari toponimi, budaya dan situs atau peninggalan kuna di tempo dulu. Seperti Kampung Bujanggan dan Jalan Pujangga. Kedua hal itu memiliki benang merah dengan salah satu tokoh Sumenep di abad 19 Masehi: Pangeran Ario Suryoamijoyo. Nama kecilnya menurut sumber catatan keluarga ialah Raden Ja’far Shodiq. Dari nama gelarnya, menunjukkan statusnya sebagai salah satu bangsawan utama di kawasan Madura Timur pada khususnya.
Ya, Pangeran Suryoamijoyo memang tercatat sebagai salah satu putra Adipati Sumenep Sultan Abdurrahman Pakunataningrat yang menurut sumber lokal memerintah pada 1811 hingga 1854 Masehi.
Keberadaannya sebagai seorang bangsawan yang tak hanya tersohor karena darah biru yang mengalir di nadinya, tetapi juga karena kejernihan pikirannya dan ketajaman penanya. Ia lebih dikenal oleh rakyat dan kaum cendekia dengan sebutan Pangeran Ami.
Ayahnya, Sultan Abdulrahman Pakunataningrat, merupakan Adipati Madura Timur yang arif dan bijaksana. Pangeran Ami disebut mewarisi keahlian ayahnya dalam sisi budaya dan satra.
Sejak muda, Pangeran Ami menunjukkan kecintaan mendalam pada sastra dan bahasa. Ia bukan sekadar penikmat karya, melainkan juga pencipta. Syair dan gurindamnya memuat petuah kebijaksanaan, sedangkan catatannya tentang tata bahasa dan sejarah menjadi warisan yang tak ternilai. Di era pemerintahan Penembahan Moh. Saleh, saudara tua sekaligus pengganti estafet pemerintahan di Sumenep, Pangeran Ami dipercaya mengemban tugas mulia sebagai Sekretaris Kerajaan Sumenep—sebuah posisi penting yang menuntut kecermatan, kesetiaan, dan kehalusan budi.
Dalam posisinya itu, Pangeran Ami bukan hanya penata administrasi kerajaan, tapi juga penjaga memori kolektif. Ia mencatat peristiwa-peristiwa penting, menyusun dokumen kenegaraan, dan merangkai kisah-kisah yang kelak menjadi bagian dari sejarah Madura. Ia dikenal sebagai pujangga yang tulisannya mampu menjembatani masa lalu dan masa depan. Sehingga hingga saat ini, kawasan tempat tinggalnya di Kepanjin dikenal dengan sebutan Kampung Bujanggan. Begitu juga nama jalan di kawasan tersebut yang secara administratif bernama Jalan Pujangga.
Pangeran Ami adalah bukti bahwa darah biru bukanlah sekadar garis keturunan, tetapi juga tanggung jawab untuk mencerdaskan dan melestarikan budaya. Warisannya tetap hidup dalam naskah-naskah kuno, dalam tutur masyarakat, dan dalam semangat generasi penerus Sumenep yang mencintai sastra dan sejarah.