Mamira.ID – Asta Tinggi sejatinya merupakan sebuah pemakaman megah khusus para raja dan kerabatnya yang terletak di sebuah perbukitan Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep. Kompleks ini menjadi salah satu ikon kebanggaan Sumenep, sekaligus sebagai destinasi wisata religi yang sampai saat ini selalu ramai akan para peziarah.
Selain dua kompleks utama, yakni area barat dan area timur, Asta Tinggi masih banyak menyimpan situs-situs kuna, tak terkecuali di area luar tembok tinggi nan kokoh tersebut. Di kawasan tersembunyi area luar terdapat pemakaman elit tokoh-tokoh tempo doeloe. Sebut saja Kiai Patih Mangun dan Kiai Wiradipura, sosok tokoh yang masih mempunyai peran penting dalam sejarah perjalanan dan perkembangan keraton Sumenep.
Kali ini Tim Mamira.ID akan menelusuri situs Kiai Wiradipura. Siapa kira-kira sosok penting bernama Kiai Wiradipura tersebut?
Kenapa disebut kawasan tersembunyi area luar Asta Tinggi? Selain tidak banyak yang tahu, kawasan ini lama tidak terjamah para peziarah. Khususnya era sekarang ini. Padahal, kawasan masih ini juga merupakan bagian dari wisata religi Asta Tinggi Sumenep.
Tepat di sebelah timur pagar utama Asta Tinggi, ada sebuah cungkup atau kubah tampak masih kokoh, meski pada beberapa bagian permukaan dinding terbungkus lumut. Sebab itu, perlu perhatian dari pihak-pihak terkait agar situs ini terjaga kelestariannya.
Kubah Kiai Wiradipura, begitulah orang menyebutnya. Jirat dan ornamen di kubah ini memang tak seistimewa milik Pati Mangun. Namun, tokoh yang dimakamkan tak kalah istimewa, dan pada masanya juga mempunyai peranan penting dalam lembaran perjalanan dan sejarah Sumenep.
Kiai Wiradipura merupakan putra dari pasangan Kiai Jalaluddin dan Nyai Galu, atau cucu dari tokoh penting di tanah Parongpong, yakni Kiai Khatib Bangil Parongpong.
“Beliau adalah saudara kandung dari Nyai Izzah, atau ipar dari Kangjeng Tumenggung Tirtanegara Bindara Saot, penguasa Sumenep pada tahun 1750- 1762 Masehi,” ujar R. B. Jakfar Shadik, salah satu pemerhati sejarah Sumenep.
Tidak banyak yang bisa ditelusuri dari sosok Kiai Wiradipura, hanya segelintir lembaran sejarah yang mencatat nama beliau. Ia tercatat sebagai Qodi Keraton Sumenep. Qodi merupakan jabatan pimpinan penghulu negara.
Keistimewaan lain, selain sebagai Qodi Keraton, beliau juga masih termasuk paman Panembahan Natakusuma alias Raden Asiruddin, penguasa yang memimpin Sumenep antara tahun 1762-1811 Masehi. Sosok sang Qodi merupakan pamanda sang Nata dari jalur ibunya.
Dalam kubah megah itu tak hanya terdapat pasarean Kiai Wiradipura, namun juga pasarean istrinya. Pada nisan makam terdapat prasasti bertuliskan Arab Pegon, sebagai bukti sejarah yang menerangkan bahwa beliau adalah pamanda sang Nata. Sementara, pada area luar kubah terdapat makam anak keturunan dari beliau.
Inilah sebuah tulisan Arab Pegon pada nisan beliau. “Hadal Qubur Kiahi Wiradipura ‘Ammun Pangeran Natakusuma Minal Ummi fi Biladi Sumenep Hijratin Nabi (alif, ga’,ra,ghin 1251.” Artinya: Ini kuburan atau makam Kiai Wiradipura Paman Pangeran Natakusuma dari ibu di Negara Sumenep 1251 Hijriah.
“Pasarean Kiai Wiradipura dan istrinya masih terlihat asli keberadaannya. Nisan dan jirat makam masih tak ada perubahan apapun. Hanya dilakukan pengecatan atau pengapuran. Di samping itu, butuh perawatan dan akses menuju asta tersebut. Sebab, masih berada di area semak-semak belukar area luar Asta Tinggi Sumenep,” pungkas Jakfar.
Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di youtube:
Mamira.ID