Kangjeng Kiai: Hoofd Regent of Semarang Mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat

Mamira. ID Asta Tinggi sejatinya merupakan sebuah pemakaman megah khusus para raja dan kerabatnya yang terletak di sebuah perbukitan Desa Kebunagung, Kecamatan Kota, Sumenep. Kompleks ini menjadi salah satu ikon kebanggaan Sumenep, sekaligus sebagai destinasi wisata religi yang sampai saat ini selalu ramai akan para peziarah.

Selain dua kompleks utama, yakni area barat dan area timur, Asta Tinggi masih banyak menyimpan situs-situs kuna, tak terkecuali di area luar tembok tinggi nan kokoh tersebut. Di kawasan area luar terdapat pemakaman elit tokoh-tokoh tempo doeloe. Sebut saja, kompleks asta Kangjeng Kiai Suroadimenggolo V, sosok Penguasa Semarang sekaligus ayah mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat.

Ada yang tahu asta Kangjeng Kiai? Yuk, ikuti liputan tim Mamira. ID yang akan menelusuri pasarean sang Kiai dari tanah Semarang itu.

Kangjeng Kiai, begitulah sebutan tokoh agung dari bumi Semarang itu. Beliau merupakan tokoh agung sekaligus pemangku roda pemerintahan pada masanya. Sang Kiai adalah putra dari Raden Angabei Mertonegoro II Semarang.

Baca Juga:  Kate, dan Cerita Pelarian Cina Yang Membawa Mutiara Bernama Piango

Kangjeng Kiai alias Kangjeng Kiai Adipati Suroadimenggolo ke-V merupakan adipati Wadhono atau Hoofd Regent di Semarang. Warga sekaligus pihak keluarga besar keraton Sumenep mengenal beliau sebagai raja atau adipati yang berkedudukan di Semarang.

Peran Sang Kiai dalam Perang Jawa

Sang Adipati terkenal sebagai sosok yang tak welas kasih pada Gubernemen Belanda. Beliau adalah tokoh yang anti Belanda. Tindakan-tindakannya, hingga kemudian berkaitan dengan peristiwa Perang Jawa atau Perang Diponegoro, merupakan salah satu bukti bahwa beliau sangat anti kepada mereka (Belanda_red). Dalam artian, Kangjeng Kiai mendukung proses terjadinya Perang Jawa melawan kolonialisme Belanda.

“Kangjeng Kiai masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pangeran Diponegoro. Dan termasuk orang yang diagungkan. Sehingga, sang Kiai dijadikan sebagai konsultan dalam Perang Jawa,” terang R.B. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah Sumenep.

Akibat dari tindakannya, Kangjeng Kiai diturunkan secara paksa dari kursi adipati. Beliau bersama sang Pangeran, putra Sri Sultan Hamengku Buwono III ditangkap dan ditawan di atas kapal perang Pollux milik tentara Belanda. Kemudian, Kangjeng Kiai dibuang hingga ke tanah Ambon.

Baca Juga:  Tajin Sora dan Tradisi Ter-Ater pada Bulan Suro di Madura

Atas berbagai perundingan serta bantuan Sultan Sumenep, kemudian pada tahun 1829 Masehi, Kangjeng Kiai dilepaskan dan dibebaskan serta mendapat suaka dari keraton Sumenep. Pada akhirnya, beliau berkenan untuk tinggal atau menetap di Negeri Sumenep.

Ket.Foto: Area komplek pemakaman atau asta Kiai Kangjeng, Adipati Semarang. (Mamira.ID/Panji)

Keturunan Kangjeng Kiai

Dalam Babad Sumenep, karya Raden Musa’ied Werdisastra, dijelaskan bahwasanya Kangjeng Kiai dikaruniai beberapa putra dan putri, di antaranya : 1) Raden Ayu Khadijah, 2) Raden Patih Pringgalaya, 3) Raden Panji Mertasura, 4) Raden Panji Mertapura, 5) Raden Panji Mertakusuma, 6) Raden Gandasasmita, 7) Raden Mertawijaya, 8)Raden Ayu Pangolo Zainal Abidin, 9) Raden Ayu Panji Sastradipura, dan 10) Raden Ayu Panji Mertaraja.

“Raden Ajeng Khadijah merupakan istri dari Sultan Abdurrahman Pakunaningrat, Penguasa Sumenep yang memerintah pada tahun 1811 sampai dengan 1854 Masehi. Jadi, Kangjeng Kiai itu masih mertua dari Ju’ Soltan,” terang Nurul Hidayat.

Baca Juga:  Samman Madura, Semoga Tidak Tinggal Kenangan

Pasarean Kangjeng Kiai

Kangjeng Kiai wafat pada hari Sabtu, tanggal 25 Dzulhijjah 1242 Hijriah. Jenazahnya dimakamkan di Asta Tinggi Sumenep. Akan tetapi, bukan berada di area utama. Namun, di sebuah kompleks khusus Pasarean Adipati Semarang. Lokasinya berada di area bawah bukit Asta Tinggi, Desa Kebunagung, Kecamatan Kota, Sumenep.

Sebuah cungkup bergaya khas Jawa tampak menjadi tempat peristirahatan tokoh legendaris dari bumi Semarang itu. Kondisi jirat dan nisan masih terjaga keasliannya. Pusara beliau berdampingan dengan istrinya. Keduanya masih terjaga kesitusannya.

“Sultan Abdurrahman, sang Nata sekaligus menantu Kangjeng Kiai sangat takzim kepada beliau. Sehingga, berdasarkan riwayat lisan secara turun-temurun, sang Sultan berwasiat, khususnya pada anak cucunya, agar berziarah terlebih dahulu ke pasarean Kangjeng Kiai, sebelum berziarah ke Sultan Sumenep dan kerabatnya,” pungkas Nurul Hidayat.

Ditonton juga video Mamira.ID di youtube:

Mamira.ID