Mamira.ID – Sunan Kudus merupakan salah satu bagian dari Wali Sanga. Beliau hidup di masa kerajaan Islam pertama di bumi Jawa yaitu Demak Bintoro dan menjadi penasehat spiritual keraton waktu itu.
Namun dalam tulisan kali ini tidak akan membahas tentang sosok Sunan Kudus, tetapi tentang anak keturunan beliau yang menyebar di Pulau Madura dan Sumenep khususnya.
Di Sumenep, anak keturunan beliau menyebar luas dan menjadi orang-orang penting di masanya. Sebut saja cucu beliau dari jalur Sunan Pakaos yaitu Pangeran Katandur atau Syekh Ahmad Baidlawi, sosok wali Allah yang sangat masyhur beserta tiga orang putranya. Ditambah cucu-cucu beliau yang kemudian menyebar tidak hanya di Madura, tapi juga Pulau Jawa, khususnya daerah tapal kuda di Jawa Timur sebagai ulama dan umara.
Jika pada tulisan terdahulu Mamira.ID mengulas tentang putra Pangeran Katandur. Maka, kali ini akan membahas tentang salah satu keturunan Sunan Kudus dari jalur putranya yang lain. Karena selama ini hanya Pangeran Katandur saja cucu Sunan Kudus yang diketahui keberadaannya di Sumenep. Padahal masih ada cucu beliau yang lain yaitu Kiai Mandiraga, adik sepupu dari Pangeran Katandur. Kiai Mandiraga adalah putra Panembahan Qodi, saudara kandung dari Panembahan Pakaos dan sama-sama putra Sunan Kudus.
Diceritakan bahwa Kiai Mandiraga adalah seorang ulama yang didatangkan dari Banten oleh Raja Sumenep waktu itu, lalu kemudian dijadikan sebagai penghulu keraton sekaligus untuk membantu melakukan syi’ar Islam di wilayah Keraton Sumenep.
Tidak hanya itu, Kiai Mandiraga kemudian juga diangkat menjadi kepala wilayah yang pada saat itu daerah tersebut merupakan daerah yang rawan akan konflik karena perang perebutan kekuasaan.
“Kyai Mandiraga kemudian diangkat sebagai kepala wilayah daerah Baragung, Guluk-Guluk, dan sekitarnya oleh Tumenggung Tirtonegoro untuk menjaga stabilitas keamanan di sana. Yang mana saat itu sangat rawan konflik setelah perang perebutan Keraton Sumenep antara Cakranegara IV alias Pangeran Lolos (memerintah 1737-1749 M) dari tangan Raden Buka, anak buah dari Raden Djoerit alias Cakraningrat IV (1718-1746 M) dari Madura Barat. Kiai Mandiraga juga ikut terlibat di dalamnya,” tutur Iik Guno Sasmito, salah satu keturunan beliau yang mengutip dari catatan keluarga K.R. Moh Ramli Sasmitokusumo.
Kiai Mandiraga mempunyai putra bernama Kiai Mintorogo yang menemani beliau di Baragung. Kemudian Kiai Mintorogo menikah dengan salah satu putri seorang kiai dari daerah Desa Batuampar, Guluk-Guluk, Sumenep, yang bernama Nyai Bulung. Keduanya menurunkan banyak orang-orang penting yang sampai sekarang namanya masih diingat, salah satu putranya bernama Kiai Ragasuta alias Pangeran Raga dan Nyai Teleng.
“Bahkan, nama Kiai Ragasuta diabadikan sebagai nama suatu daerah yang lokasinya berada di ujung barat sisi selatan kabupaten berjuluk Kota Keris ini,” ujarnya.
Kiai Mintorogo menghabiskan masa hidupnya di Baragung serta wafat di sana. Makamnya terletak di sebelah utara sumber mata air Mingsoi yang berada di Desa Baragung, Kecamatan Guluk-Guluk. Beliau terkenal dengan sebutan Kiai Baragung.
Sedangkan ayahanda beliau, Kiai Mandiraga wafat di Sumenep dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Khotib Paranggan yang secara kekerabatan masih keponakan beliau, lokasinya berada di Desa Bangkal, Kecamatan Kota Sumenep.
Jangan lupa tonton video Mamira.ID di youtube:
Mamira.ID