Mamira.ID – Nyabis atau acabis merupakan kata lain dari silaturrahmi atau yang semakna, namun nyabis sepertinya lebih mengarah dan khusus pada kegiatan (orang Madura) mengunjungi guru, kiai ataupun ulama. Bisa juga, nyabis kepada tokoh agama atau orang yang dianggap lebih paham dan ahli dalam hal-hal tertentu, utamanya tentang ilmu agama dan ilmu kehidupan.
Orang Madura dengan segala kelebihan dan keunikannya memiliki rasa hormat, ketaatan atau takzim kepada guru, ataupun kiai, dan ulama. Istilah “Bappa’, Bapphu’, Guru, Ratoh” (Bapak, Ibu, Guru, Pemimpin) benar-benar diterapkan oleh orang Madura. Artinya, penghormatan atau rasa takzim setelah orang tua adalah guru, termasuk kiai dan ulama, baru kemudian pemimpin.
Bagi orang Madura, seorang ulama ataupun kiai dianggap sebagai laboratorium, pusat dari segala ilmu dan pengetahuan. Maka tidak heran jika kemudian orang Madura selalu mendatangi ulama atau kiai untuk mencari barokah melalui petunjuk ataupun doa-doanya, dengan harapan apa yang diharapkan dalam hidupnya terkabul, atau orang Madura menyebutnya dengan ‘tekka hajat’.
“Seorang ulama atau kiai itu bisa dipastikan ibadahnya lebih rajin daripada orang-orang biasa seperti saya. Doanya lebih mudah dikabulkan karena beliau-beliau itu lebih dekat dengan Sang Pencipta. Ya, dibanding dengan saya, ibadahnya cuma salat wajib saja, itu pun sering tak tepat waktu dan tidak khusyuk, bagaimana mau cepat diterima. Jalan satu-satunya, ya mendatangi kiai atau ulama, minta doa barokah,” ujar Bapak Munir, salah satu petani tembakau asal Prancak, Pasongsongan saat ditemui tim Mamira.ID di ladangnya beberapa waktu lalu.
Orang Madura memang lebih suka menyelesaikan masalah atau persoalan kepada kiai atau ulama. Apa dan bagaimanapun pemecahan persoalan yang dikatakan kiai atau ulama sudah pasti orang Madura terima, karena mereka meyakini solusi itulah yang terbaik bagi mereka. Sami’na Wa Atho’na masyarakat Madura kepada sosok seorang kiai atau ulama merupakan sebuah penanda khas budaya yang tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.
Nyabis atau sowan (dalam bahasa Jawa) memang sudah menjadi kebiasaan turun-temurun yang dilakukan orang Madura. Biasanya, orang yang nyabis mempunyai tujuan atau maksud tertentu yang dianggap perlu disampaikan kepada kiai yang dicabisi, tentu dengan harapan nantinya ada petunjuk ataupun jalan keluar dari persoalan yang telah disampaikan kepada sang kiai.
Tujuan Nyabis
Ada banyak hal yang disampaikan (Madura: mator) saat seseorang mendatangi seorang kiai, dari mencari barokah seperti yang telah dikatakan di atas, hingga meminta petunjuk hidup, kesembuhan, atau untuk mencari keuntungan duniawi. Bahkan ada sebagian yang bertujuan untuk kekebalan dan keilmuan-keilmuan lainnya dalam membentengi diri maupun membentengi pekarangan rumah. Dalam hal ini, biasanya orang Madura meminta dibuatkan jimat atau ada yang lumrah dinamakan sekep oleh orang Madura.
Namun ada pula yang nyabis hanya karena ingin berkumpul dan melihat keteduhan wajah seorang kiai, karena berkumpul dengan kiai atau ulama sudah mendapat pahala. Bagi orang Madura, kiai dianggap orang yang lebih mulia di hadapan Allah SWT. Sebab itu, pasti ada banyak keberkahan yang diperoleh ketika berkumpul dengan seorang kiai.
Saat orang Madura nyabis biasanya dilakukan perorangan, ada pula dengan cara bersama atau rombongan, meski terkadang tujuan acabis mereka sama, seperti ingin menentukan waktu hari baik untuk bercocok tanam, ataupun ramalan-ramalan tentang cuaca semusim ke depan. Tidak ada waktu khusus untuk melakukan nyabis, namun biasanya, ada banyak petani mengunjungi kiai saat mulai bercocok tanam tiba, seperti bercocok tanam padi ataupun musim tanam tembakau seperti sekarang ini.
Di musim bercocok tanam tembakau saat ini, banyak petani nyabis kepada ulama atau kiai yang dianggap mampu memberikan petunjuk kapan hari yang baik memulai bercocok tanam, hingga meminta petunjuk tentang prakiraan cuaca sedari awal tanam hingga waktu panen tiba.
“Kalau mau nanem tembakau harus nyabis dulu, biar barokah. Di sana (saat nyabis) kita juga meminta petunjuk bagaimana sebenarnya perkiraan jika tahun ini menanam tembakau, kira-kira bagus atau tidak, membawa keberuntungan apa tidak, ontong, bajrah atau malah palang. Selain juga meminta doa barokah tentunya,” terang Bapak Munir.
Orang yang nyabis kepada seorang kiai atau ulama memang datang dari berbagai kalangan, mulai dari petani, nelayan, pedagangan, pegawai, bahkan hingga seorang calon atau pemimpin di pemerintahan. Tentu hal yang ingin didapatkan dari mereka adalah doa dan barokah seorang ulama, kiai, ataupun orang yang dianggap bisa memberikan keberuntungan dan keselamatan dalam menapaki hidup.
Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di youtube:
Mamira.ID