Jubhada, Jajanan Legendaris Khas Karduluk

Proses Penjemuran Jubhada

Kepulan asap dan uap panas dari kuali menerpa wajah ibu Jazilah, wajahnya terlihat sedikit berminyak. Dengan ditemani satu karyawannya, ibu Jazilah terus mengaduk adonan yang sudah nyaris mengental itu, sementara karyawannya menyiapkan alat penjemur dari anyaman bambu yang berupa widig orang Madura menyebutnya “bidhik” panjangnya sekira 2×1 meter.

Sebelum adonan dituangkan, widig diberi alas plastik terlebih dahulu dan dibaluri minyak kelapa yang di taruh di dalam cangkir. Minyak kelapa berfungsi agar adonan tidak membuat plastik mengkerut dan tidak lengket saat jubadha kering.

Setelah lembaran demi lembaran plastik menutupi semua permukaan widig. Dengan penuh hati-hati, ibu Jazilah menuangkan adonan dengan menggunakan gayung. Satu widig menampung tiga gayung adonan jubadha. Kemudian adonan diratakan menggunakan kayu berbentuk pipih. Setelah merata, widig kemudian diangkat dan diletakkan di tempat penjemuran yang memang dibuat khusus untuk menjemur adonan jubadha. “Awas jangan dekat-dekat, kalau kena tumpahan adonan kulitnya bisa melepuh” kata ibu Jazila sembari mengangkat widig yang berisi adonan Jubhada.

Baca Juga:  Campor, Kuliner Berkuah Santan Khas Sumenep

Waktu yang tepat untuk membuat jubadha adalah dipagi hari. maklum, jajanan ini harus dijemur di bawah sinar matahari langsung. Jubhada tak bisa dikeringkan dengan pengering listrik, itulah salah satu keunikan yang dimiliki jajanan berwarna coklat kekuningan ini. Bagi pembuat jubadha seperti ibu Jazilah, panas terik menjadi anugerah tersendiri.

Jika sinar matahari besinar terik, waktu penjemuran adonan jubadha hanya sehari, namun jika cuaca mendung proses pengeringan bisa berlangsung dua hari. Bahkan, bisa tiga hari disaat musim penghujan seperti saat ini. “Jubhada ini harus dijemur di bawah matahari, tidak bisa memakai pemanas listrik. Kalau pakai pemanas adonan jubadha mencair lagi,” katanya.

Tak setiap hari ibu Jazila membuat jubhada, tergantung kebutuhan pasar dan permintaan pelanggan. Dalam sekali produksi, ibu Jazila menghabiskan 10kg tepung tapioka, 10kg tepung jagung dan 10kg gula merah atau gula pasir. Sementara air la’ang yang digunakan sebanyak 100 liter. Bahan sebanyak itu menghasilkan 8000 ikat jubhada.

Baca Juga:  Mengenal Tradisi Orang Madura di Bulan Safar dan Filosofi Tajin Sappar

“Ga setiap hari bikin jubadha, ya kalau dipasar sudah habis baru bikin lagi. Biasanya dikirim ke pasar Kapedi. Terkadang ada orang pesan, misalnya ada orang yang ma uke jawa, itu mesan minta bikinin.” Ungkapnya.