Bindara Bungso: Leluhur Para Raja Sumenep

Cara Bindara Bungso Berdakwah

Di samping itu, Kiai Agung Abdullah atau yang juga dikenal dengan sebutan Kiai Bindara Bungso, beliau banyak berjasa dalam membentuk peradaban dan membumikan nilai-nilai keislaman di Madura timur, khususnya di belahan barat jalur tengah Sumenep.

Dakwah Kiai Abdullah diawali dengan cara mengobati orang sakit atau menjadi tabib. Dari sinilah, masyarakat sekitar mulai berbondong-bondong untuk menemui beliau dalam hal pengobatan. Misi dakwah pun mulai diselipkan lewat pengobatan tersebut, sehingga dengan mudah masyarakat menerima ajaran agama Islam.

Keturunan dan penerus Kiai Abdulah menyebar di bumi Sumekar sekaligus Pamekasan. Bahkan dalam masa-masa selanjutnya, banyak menyebar hingga kawasan Tapal Kuda. Di antara keturunannya banyak yang berperan sebagai ulama dan umara.

Baca Juga:  Madegan, dan Situs-situs Tertua yang Tersimpan

Pasarean Bindara Bungso

Pasarean Kiai Abdullah terletak di Desa Batuampar, Dusun Somalang, tepat di sebelah barat masjid kuna. Di area asta ini tampak berjejer dengan rapi tokoh-tokoh berpengaruh tempo dulu, di antaranya adalah  maqbarah  Kiai Abdullah itu sendiri, Nyai Dewi Asri, Nyai Nurima, Kiai Asiruddin alias Bindara Bandungan, Kiai Saba alias Bindara Ibrahim, dan masih banyak lagi anak cucu dari beliau di pasarean tersebut.

Sebagai wujud kepedulian pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep, akhirnya situs Asta Kiai Abdullah mendapat perhatian yang serius guna melestarikan cagar budaya dan rekam jejak situs para leluhur penguasa Sumenep.  Salah satunya adalah pembangunan cungkup makam. Tak hanya pembangunan cungkup, namun juga perbaikan area asta yang lain, seperti halnya jalan menuju asta, mulai dari ujung jalan awal hingga menuju pintu masuk asta.

Baca Juga:  Nyai Izzah: Istri Pertama Bindara Saot
Ket.Foto: Asta Batu Ampar tampak dari ujung jalan pintu masuk (Mamira.ID/Ririp)

Meski begitu, hal yang bersifat situs tetap terawat keasliannya, seperti nisan, kijing, serta sebuah pintu gapura tampak masih asli. Termasuk sebuah bangunan masjid kuna yang tetap terjaga keasliannya, khususnya pada bangunan utama masjid. Namun, pada sisi depan telah mengalami perluasan guna menampung jemaah lebih banyak lagi.

“Selain masjid kuna, ada juga langgar kuna yang tetap terjaga keasliannya. Semua bahan dasarnya terbuat dari pohon kayu jati, dan atapnya masih beratap ilalang. Nah, semua itu masih tetap terawat, karena hal tersebut merupakan bagian dari cagar budaya yang harus kita jaga,” pungkas H. Muhammad Farid Rofik.

Jangan lupa tontong juga video Mamira.ID di youtube:

Penulis: Abd Warits

Editor: Mamira.ID