Asta Tinggi Bagian II: Cungkup Pangeran Jimat

Bentuk Makam dan Jumlah Makam

Disaat fokus pada pengambilan gambar dan video, tanpa ada pertanyaan apapun dari tim mamira, tiba-tiba Pak Iyan langsung mengeluarkan pernyataan tentang kekeramatan Pangeran Jimat dengan penjelasan panjang.

“Sudah gini saja, kalua kamu percaya, kamu ambil bunganya, disimpan di pintu agung atau pintu utama di rumah kamu, atas pintunya ya, dibungkus dengan kain putih ya. Nanti, jika apa yang dicita-citakan kamu tercapai kamu kembalikan lagi kembang itu kesini. Bahkan bunganya diyakini bisa menyembuhkan orang yang sakit, insyaAllah. Bunganya direndam ke air terus airnya digosoknya ke area yang sakit. Bunganya disimpan lagi. Jangan dibuang, dikeringkan dan disimpan lagi. Ya kesembuhan itu bukan dari kembang ini, semuanya Allah yang menyembuhkan. Bunga atau kembang ini hanya sebagai wasilah atau perantara saja. Semua Kembali ke Allah.” Ujarnya, senyum tampak bibirnya hingga tampak gurat garis dipipinya.

Dalam cungkup Pengeran Djimat terdapat lima makam yang terbaring secara berjejer. Makam yang berada di paling barat yakni Makam Ratu Ari, makam yang berada diposisi paling tengah yakni Pangeran Djimat (R. Ahmad), RA. Wiro Negoro menjadi urutan yang terkhir, dan terdapat 2 makam orang kerdil yang tepat dibelakangnya.  konon menurut tutur cerita, kedua makam orang kerdil tersebut merupakan pengawal kerjaan di era pemerintahan Pangeran Jimat.

Baca Juga:  Asal-Usul Nama Bangselok, Tempat Bangunan Ikonik Sumenep Berdiri

“Kalau Raden Wiro Negoro itu saudara Pangeran Djimat. Sementara makam orang kerdil itu merupakan ajudan atau pelayan Pangeran Jimat.” Kata Pak Iyan.

Jika di tinjau dari sisi arsitektur jirat atau kijing makam, arsitektur jirat di komplek bagian barat memiliki persamaan dengan asta atau makam cungkup pertama. Gaya jirat bersusun atau bertingkat menjadi ciri-ciri bahwa makam dengan susunan bertingkat menggambarkan strata sosial tokoh yang di makamkan.

Pada umumnya, ragam ornamentasi masa Kerajaan Islam di nusantara lebih banyak berupa lukisan atau pahatan motif floral dalam bentuk geometri. Hal ini dikarenakan bahwa ada semacam hal yang tabu jika menggambarkan mahluk hidup berupa manusia atau binatang. Jikapun ada bentuk ragam hias seperti itu, biasanya mengalami stilirisasi atau disamarkan bentuknya, tidak boleh menggambarkan binatang atau manusia sesuai dengan bentuk aslinya. Jika melihat ragam seni yang menggambarkan binatang atau manusia, kita hanya bisa menyaksikannnya dalam bentuk yang samar-samar atau bahkan jika tidak mengamati dengan seksama, kita tidak akan tahu tentang belum ragam hias tersebut.

Baca Juga:  Gurihnya Rengginang Lorju', Oleh-oleh Khas Prenduan

Namun hal ini tidak akan kita temukan pada Cungkup Pangeran Djimat. Ragam hiasnya unik karena berani menampilkan ragam seni yang diluar kebiasaan. Kita seolah-olah bisa menemukan sebuah pandangan yang unik tentang pemahaman seni sebagai sebuah hiburan dan agama sebuah tuntunan hidup. Pada cungkup makam ini terpahat dengan jelas berbagai gambaran mahluk hidup yang berupa binatang yang digambarkan secara fulgar dan menyerupai bentuk aslinya, meskipun sejatinya gambaran tentang binatang yang menyerupai aslinya dianggap tabu.

Saat asyik melihat ornamentasi ukiran di area depan cungkup, suara Pak Iyan kembali terdengar memberi penjelasan asta yang ada dalam cungkup kedua ini.

“Ratu Ari ini merupakan ponakan Pangeran Panji Pulang Jiwa, beliau istri Pangeran Jimat, jadi bukan putranya. Kerajaan turun kepada ponakannya. Pangeran Jimat punya saudara namanya Raden Ayu Tirtonegoro, yaa istrinya Bindara Saod. Itu yang punya pemandian putri kuning di keraton itu. Yang tetap ada sampai sekarang,” ujarnya.

Sepertinya, cerita tentang binatang yang dipahatkan di sekeliling dinding cungkup merupakan sebuah pembelajaran penting dalam perjalanan sejarah hidup manusia. Kisah cerita binatang yang sarat akan ajaran-ajaran nilai kehidupan ini seolah-olah menjadi pesan bagi kita semua dalam bertutur dan berperilaku dalam kehidupan keseharian. Ragam hias binatang, tidak hanya di penuhi oleh gambaran-gambaran binatang di dunia nyata, tetapi di cungkup ini juga ada beberapa hiasan yang bergambarkan gambaran binatang-bintang mitologi dari budaya luar. Diantaranya adalah keberadaan sepasang Qilin. Binatang mitologi dari China ini turut mewarnai ragam ornamentasi di cungkup makam ini.

Baca Juga:  Buju’ Pongkeng: Asta yang Diyakini Mempermudah Rejeki dan Enteng Jodoh

Binatang mitologi ini memiliki makna lambang kedamaian dan kemakmuran. Tentu saja jika dikaitkan dengan sebuah pengharapan, sang penguasa berharap kehidupan rakyat yang adil, makmur, dan sejahtera. Selain Qilin, sang burung phoenix juga menghiasi keberadaan cungkup makam Pangeran Djimat. Binatang phoenix di kenal juga sebagai “burung para raja”, binatang ini melambangkan keberuntungan, kedamaian serta kebersihan pemerintahan.

Phoenix dan naga memiliki kesamaan, dianggap oleh raja-raja sebagai simbol kekuasaan dan martabat. Mahkota phoenix, kereta phoenix dan lain-lain adalah contoh benda yang berhubungan dengan phoenix. Benda-benda itu hanya boleh dipergunakan oleh keluarga kerajaan dan orang-orang suci Ornamentasi pada cungkup ini, bisa menjadi tuntunan hidup bagi kita semua.