Kiai Ali: Maha Guru dari Tanah Barangbang (Bagian II)

Mamira.id – Setelah pada penulisan sebelumnya memuat kisah Kiai Ali Barangbang beserta karomahnya, maka pada bagian kedua ini akan mengulas tentang keturunan, peninggalan atau situs hingga Asta Gumuk yang merupakan tempat terakhir sang alim.

Keturunan Kiai Ali Barangbang

Kiai Ali Barangbang menikah dengan Nyai Toan Barangbang putri dari Nyai Aminah Lembung, Bangkalan Madura . Nyai Aminah Lembung merupakan keturunan dari Sayyid Zainal Abidin Sunan Cendara Kwanyar Bangkalan. Dari perkawinan inilah Kiai Ali Barangbang dikaruniai 16 orang putra dan putri diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pangoloh Ulama 2. Kiai Somber 3. Kiai Berkat 4. Kiai Syamsuddin 5. KH. Abdullah 6. Khatib Sema 7. Kiai Kudus 8. KH. Abdul Mu’min 9. Nyai Tenggah 10. Nyai Jadimor 11. Nyai Podhak 12. Nyai Jaleu’ 13. Nyai Labbuwan 14. Nyai Toronan 15. Nyai Tengginah 16. Nyai Hawa

Estafet perjuangan keilmuan dan langgar kuno Kiai Ali Barangbang ini di lanjutkan ole Kiai Abdul Alim, suami dari Nyai Tengginah yang tak lain adalah menantu dari Kiai Ali Barangbang.

Baca Juga:  Hari Purbakala Ke-108, dan Menyingkap Misteri Jejak Migrasi Masa Prasejarah di Kangean

“Kiai Abdul Alim sendiri masih keturunan dari Sunan Cendana Kwanyar Bangkalan dari jalur Sayyid Syits” imbuh RB. Moh Fajar sambil menikmati kopi saat bincang-bincang santai bersama tim mamira.ID.

Setelah Kiai Abdul Alim wafat kemudian di ganti oleh putranya yang bernama Kiai Daud. Sosok Kiai Daud inilah yang menyerupai keperibadian dan keilmuan kakeknya yakni Kiai Ali Barangbang, beliau terkenal sebagai ulama yang karismatik dan berilmu tinggi. Banyak orang menyebutnya Kiai Daud adalah Kiai Ali Barangbang ke-2. Dari sinilah peran anak cucu Kiai Ali Barangbang yang sampai saat ini masih eksis melanjutkan jejak jejak leluhurnya dalam rangka mengembangkan ilmu agama dan pesantren pada umumnya.

Baca Juga:  Laras Slendro, Komparasi Karawitan Madura dengan Jawa

Dari sosok Kiai Daud  lah lahir ulama yang di ambil menantu oleh Pangeran Letnan Mohammad Hamzah yakni yang bernama Kiai Muharrar. Pernikahan Kiai Muharrar dengan RA. Zuwaidah, keduanya dikarunia putra salah satunya yakni RB. Moh. Hasan yang dikenal dengan Gus Hasan, pengagas pesantren Lotheng Sar Sore Kota Sumenep.

Selain sebagai seorang putra ulama, Gus Hasan juga terkenal orang yang yang alim dan berilmu tinggi serta ahli tasawuf. Geliat akan keilmuan tentu pada masa dinasti terakhir mengalami perkembangan yang amat pesat sebab pada pemimpin diera tersebut berasal dari kalangan ulama yang menjadi penguasa/raja pada masa itu. Sosok Sultan Abdurrahman menjadi panutan bagi para penerusnya, beliau adalah sosok penguasa yang alim dalam berbagai bidang keilmuan dan menguasai berbagai Bahasa.

Gagasan ini juga muncul ketika cucu dari Kiai Daud Barangbang yakni Gus Hasan untuk mendidik ilmu agama orang Madura bilangnya “morok ngaji” sehingga menjadi tonggak awal lahirnya Pesantren pada masa itu, jadi dapat disimpulkan bahwa keturunan Barangbang banyak menjadi orang penting,  berpengaruh, dan berilmu tinggi.

Baca Juga:  Karduluk, Sentra Seni Pahat Madura

Sosok Gus Hasan menjadi penggagas berdiri pesantren kuno di pusat jantung kota Sumenep yakni pondok pesantren Lotheng. Beliau mendidik para santri dengan penuh tanggung jawab dan memberikan batas jumlah santri pada saat itu. Inilah perilaku sikap dari seorang yang ahli tasawuf dan tauhid yang amat tinggi melekat pada dirinya, sehingga keberhasilannya mencetak kader-kader yang berilmu tinggi tercapai secara sempurna diantara santri beliau yang terkenal yakni KH. Zainal Arifin Tarate dan KH. Abi Sujak sosok pelopor NU Sumenep.

Ket.Foto: Manuskrip silsilah Kiai Ali Barangbang. (Mamira.id/Warits)

baca halaman selanjutnya →