SUMENEP, MAMIRA.id – Mengunjungi suatu daerah tanpa menikmati kuliner khasnya ibarat berselancar di dunia maya. Hanya tahu rupa dan nama, entah rasanya. Karena itulah, jika berkunjung ke Kabupaten Sumenep, kuliner satu ini wajib dicoba.
Sebagai bagian dari Indonesia yang kaya dengan kuliner, Sumenep sudah dikenal dengan ragam kulinernya di samping destinasi wisata yang memancanegara. Sebut saja Kaldu Kokot, Campor, Pentol Gapek, Apen Parsanga, Patthola, Jhalabiya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Namun, tak lengkap rasanya bila kulineran di Sumenep tanpa menikmati “Palotan Pendhang“. Makanan tradisional berbahan ketan ini terdapat di Desa Jabaan, Kecamatan Manding, Sumenep.
Pekan lalu, tim MAMIRA berkesempatan mengunjungi warung Palotan Pendhang yang berlokasi di Jl Raya Manding, Dusun Ombaan, sekira 11 Km ke arah utara dari pusat Kota Sumenep.
Di warung pinggir trotoar itu, cerita betapa maknyusnya Palotan Pendhang yang mulai familiar di kalangan masyarakat setempat sejak tahun 2011 silam kami sajikan dalam tulisan ini.
Menu dan Penyajian
Sesuai namanya, warung Palotan Pendhang berbeda dengan warung-warung makan lainnya. Yakni hanya menyediakan menu berbahan ketan.
Jika ketan umumnya selalu disajikan dengan rasa manis, berbeda dengan menu legendaris yang satu ini. Palotan Pendhang disajikan dengan rasa gurih berlauk ikan Pindang atau ikan Cuek yang digoreng kering.
Dilengkapi dengan rempeyek udang, sambal terasi yang pedas, serta taburan parutan kelapa, membuat kuliner satu ini semakin khas dan kaya akan cita rasa.
Palotan Pendhang merupakan kuliner khas Desa Jabaan, Manding yang hingga kini masih jadi makanan primadona masyarakat luas. Maka tak heran, para pengunjung dari luar daerah pun juga mampir ke warung ini jika sedang bepergian ke Sumenep.
“Biasanya banyak orang luar daerah dan luar kota mampir ke sini sehabis berkunjung ke tempat wisata, atau mereka pesan untuk dibungkus dan dibawa ke tempat wisata,” kata Amelia, pemilik warung, Sabtu (16/01/2021) lalu.
Tonton Video Ini:
Untuk memanjakan para pelanggan, warung Palotan Pendhang menambah daftar menu. Tak hanya menggunakan ikan Pindang saja, ada tiga varian menu yang pelanggan bisa nikmati sesuai selera. Yaitu Palotan Ikan Tongkol, Palotan Telur Dadar dan Palotan Peyek Udang.
Sebagai menu pelangkap, warung tersebut juga menyediakan minuman. Menu minuman yang tersedia yakni teh panas, teh dingin, kopi hitam dan kopi susu.
Amelia mengungkapkan, ada cara khusus untuk penyajian Palotan Pendhang. Palotan atau ketan yang sudah dimasak tidak langsung dituangkan begitu saja ke dalam piring yang sudah dilapisi daun pisang. Tetapi dicetak di mangkok kecil terlebih dahulu supaya lebih menarik.
“E cetak ngangguy mangko’ ma’le menarik, Mas. Polana banni ghun juko’ pendhang, tape badha parotta nyior, peyek odhangnga, ban cengi acanna sebagai ciri khas. (Dicetak menggunakan mangkok biar kelihatan menarik, Mas. Soalnya bukan cuma ikan pindang, tapi ada kelapa parut, peyek udang dan sambal terasi sebagai ciri khas),” jelas Amelia pada tim MAMIRA.
Buka Setiap Hari
Warung Palotan Pendhang selalu ramai pengunjung setiap harinya. Amelia menyebut Palotan Pendhang digemari semua kalangan, tua muda dan semua level masyarakat bawah maupun menengah.
Demi pelanggan setianya, warung Palotan Pendhang memang buka setiap hari dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 12.00 siang. Namun saking larisnya, warung ini terkadang tutup lebih awal. Kecuali ada pesanan khusus, warung akan tetap setia melayani.
Warung Palotan Pendhang cukup sederhana. Bangunan berdinding gedung bercat putih kombinasi biru itu terdiri dua ruang.
Ruang paling belakang untuk memasak, sementara ruang paling depan digunakan untuk melayani para pelanggan. Ketan yang sudah dimasak di letakkan di wadah berupa panci besar mirip kuali serta rak piring yang bertingkat.
Di dalam ruangan itu pula terdapat dua meja besar tempat para pelanggan menikmati kuliner tradisional tersebut. Di teras warung juga disediakan tiga bangku besar yang dijadikan tempat makan lesehan.
Ramah Kantong
Meski memiliki tempat yang sederhana, seperti disinggung sebelumnya, Palotan Pendhang sangat laris manis. Saking larisnya, ibu Amelia harus dibantu oleh empat karyawan setiap harinya.
Wajar. Selain penuh cita rasa, harga Palotan Pendhang sangat ramah di kantong. Satu porsi lengkap dengan topping rempeyek udang dan sambal terasi yang khas, pelanggan cukup membayar Rp 10.000 saja.
“Kalau tidak pakai rempeyek, Rp 8.000,” ujar Amelia. Maka tak heran, dengan harga cukup murah dan rasa yang sudah melegenda ini ratusan porsi Palotan Pendhang ludes terjual setiap harinya.
Seperti disebut di muka, para pemburu Palotan Pendhang khas Manding itu bukan hanya dari Sumenep. Selain dari luar kota, beberapa wisatawan dari mancanegara juga pernah menikmati lezatnya.
Gus Jakfar, salah watu pembeli dari Kota Sumenep mengaku sering ke warung Palotan Pendhang. Saking seringnya, dia bisa disebut salah satu pelanggan setia.
“Habis enak, Mas. Jadi ketagihan,” tuturnya di sela menikmati Palotan Pendhang dengan lahap, Sabtu (16/01/2021) lalu.
Usaha Turun Temurun
Warung milik Amelia merupakan satu-satunya warung di daerah Manding yang menyediakan menu khusus ketan. Usaha ini merupakan usaha turun temurun yang sudah puluhan tahun berdiri. Ibu Amelia merupakan generasi yang ketiga.
“Kaula generasi se nomer tello’. Sampe’ samangken alako nika, tak mokka’ usaha laen. (saya ini generasi yang ketiga. Sampai saat ini tetap usaha ini, tidak buka usaha lain),” cerita Amelia sambil sibuk melayani pelanggan.
Penelusuran MAMIRA, kuliner satu ini lumayan terlewat dari sorotan media. Sejak populer di kalangan masyarakat luas pada tahun 2011, hanya ada dua media yang mengulas Palotan Pendang, masing-masing pada tahun 2015 dan 2020 lalu. (*)
Penulis: Fauzi
Editor: Kholil/Rafiqi