Gerbang Keraton Sumenep: Mengapa Disebut Labang Mesem?

Penyebutan Labang Mesem versi pertama, versi ini berdasarkan sejarah lisan. Penyebutan Labang Mesem dikarenakan pada waktu Pangeran Jimat, salah satu penguasa Sumenep yang memerintah 1721-1744 M, pintu masuk keraton dijaga oleh para pengawal yang bertubuh kerdil. Orang Sumenep menyebutnya cabul, tapi bukan “cabul” dalam Bahasa Indonesia. Jika dibahasa Indonesiakan lagi, cabul itu cebol, kerdil, atau kata lain yang semakna.

ketika ada orang yang melihat pemandangan tersebut; baik masyarakat, tamu, atau kalangan keraton sendiri sering senyum-senyum geli. Sehingga lambat laun pintu masuk atau gerbang keraton itu disebut dengan Labang Mesem.

Meski begitu, belum ada literatur yang menjelaskan hubungan manusia cebol dengan Pangeran Jimat yang bernama lain Raden Ahmad alias Pangeran Cakranegara III ini. Di pasarean tokoh yang dikenal keramat itu memang terdapat beberapa kuburan “mini”. Keterangan sejak zaman lampau yang tetap dikenal hingga kini, itu makam manusia atau orang cebol. Kendatipun belum pasti yang dimakamkan di cungkup Pangeran Jimat adalah pengawal yang menjaga Labang Mesem.

Baca Juga:  Mengenal Pangeran Bukabu dan Dua Putranya yang Tinggalkan Tembok Keraton
Ket.Foto: Tampak bagian dalam Labang Mesem atau pintu gerbang Keraton Sumenep. (Mamira.ID)

Sementara fakta yang lain, Pangeran Jimat seperti disebut di muka, memerintah tahun 1721-1744 M. Kala itu pusat pemerintahan, kediaman raja, atau yang lidah masyarakat menyebut karaton, terletak di kawasan Karang Toroy. Pusat tersebut dimulai sejak pemerintahan Pangeran Cakranegara I, alias Raden Abdullah (1589-1626), penguasa Sumenep ketujuh sebelum Pangeran Jimat. Lokasi itu terus bertahan hingga dua penguasa setelah Pangeran Jimat, yaitu Pangeran Lolos dan Ke’ Lesap. Baru setelah itu, yaitu di masa Ratu Tirtonegoro dan suaminya, Bindara Saot, pusat keraton pindah ke Pajagalan. Yaitu lokasi keraton yang bangunannya tetap ada hingga sekarang.

Jika demikian, sebutan Labang Mesem di waktu itu jelas tidak tepat. Karena waktu itu bangunan keraton yang berlabangkan mesem itu masih belum ada. Bangunan itu baru ada di masa Panembahan Sumolo (memerintah 1762-1811 M), sang pembangun, yaitu pengganti Bindara Saot. Lokasinya juga di Pajagalan, bukan Karang Toroy. Baca halaman selanjutnya →