Gerbang Keraton Sumenep: Mengapa Disebut Labang Mesem?

Adapun versi kedua, disebut Labang Mesem karena di atasnya terdapat sebuah loteng kecil, tempat raja biasa mengawasi area sekitar keraton. Ketika itu, raja juga mengawasi istri, dan putri-putri keraton, serta dayang-dayang yang sedang mandi di Taman Sare. Saat memperhatikan pemandangan kolam dan mereka yang mandi di sana itulah, raja lantas tersenyum atau mesem.

Namun, soal penyebutan Labang Mesem yang mengacu pada sikap raja saat melihat para istri dan putri serta dayang-dayang yang sedang mandi di Taman Sare, dari atas loteng Labang Mesem tersebut dibantah oleh sedikitnya tiga orang pemerhati sejarah di Sumenep: RPM Mangkuadiningrat, RB Ja’far Shadiq, dan RB Hairil Anwar.

Baca Juga:  Bindara Ibrahim: Saudara Seayah Kangjeng Tumenggung Tirtanegara

Menurut Mangkuadiningrat, salah satu sesepuh di kalangan keluarga keraton Sumenep saat ini, belum ada satu pun riwayat kuna yang menceritakan hal itu. “Asal-usul penamaan Labang Mesem dari kisah tersebut baru saya dengar. Terasa aneh. Kalau riwayat tutur sesepuh turun-temurun, tidaklah demikian,” kata Mangku, kala itu.

Ja’far Shadiq dan Hairil Anwar juga menilai versi tersebut tidak mengakar pada sumber keraton. Apalagi jika dilihat dari segi etika, hal itu tidak mencerminkan sikap raja dinasti terakhir yang dikenal banyak yang alim dan berakhlak baik.

Sementara versi ketiga, Istilah labang mesem muncul pasca “Keraton Sumenep” berhasil memukul mundur pasukan dari kerajaan Bali. Menyisakan dendam, Raja Bali bermaksud menuntut balas. Maka, mereka pun datang ke Sumenep beserta bala tentaranya. Namun siapa sangka, ketika mereka sudah sampai di depan gerbang keraton, amarah yang diselimuti dendam berubah menjadi senyum ramah dan penuh persahabatan.

Baca Juga:  Asta Tinggi Bagian IV: Megahnya Cungkup Panembahan Sumolo
Ket.Foto: Pada Labang Mesem terdapat lambang Keraton Sumenep. (Mamira.ID)

Namun, versi ini juga tidak relevan karena perang Sumenep-Bali lebih awal lagi dari masa Pangeran Jimat, sandaran versi pertama sebutan Labang Mesem. Perang itu terjadi di masa Pangeran Lor dan Pangeran Wetan I, anak Tumenggung Kanduruhan. Keduanya merupakan penguasa kembar Sumenep yang memerintah 1562-1567 M.

Jika ketiga versi tersebut masih menyisakan ganjalan, baik secara etika maupun yang sifatnya anakronisme. Lalu, adakah versi yang lebih mengacu pada data dan fakta, atau paling tidak masih sangat relevan dengan keberadaan atau awal berdirinya keraton yang saat ini menjadi wisata historis tersebut? Setidaknya ada dua versi. Baca halaman selanjutnya →