Mengenal Gelar Kebangsawanan di Sumenep, Asal Usul dan Ragamnya

Mamira.IDPenggunaan gelar kebangsawanan, di masa lalu menunjukkan identitas dan strata sosial seseorang. Gelar itu pun tidak sama dan berjenjang. Perbedaan itu menandakan garis nasab, sehingga menjadi berubah jika sudah jarak hitungannya ke penguasa atau raja suatu wilayah semakin jauh. Misal, anak raja, cucu raja, cicit raja, dan seterusnya.

Di wilayah Madura, gelar kebangsawanan mirip dan mungkin mengacu pada tradisi Jawa. Namun ada juga perubahan-perubahan yang menurut sejarahnya memiliki makna filosofi tersendiri dari yang mencetuskannya.

Seperti gelar Raden Ario, Raden Panji, Raden Bagus, Kiai, Kiai Mas, Mas, dan lain sebagainya. Gelar-gelar yang digunakan sekitar pertengahan abad 18 hingga abad 20.

Baca Juga:  Tong-tong, Seni Musik Tradisional Madura

Latar Belakang

Mengacu pada hari jadi Sumenep, yang ditandai dengan duduknya Aria Wiraraja sebagai adipati pada 31 Oktober 1269, budaya Jawa mulai masuk dan mewarnai pulau yang di kemudian hari dikenal dengan nama nusa garam ini.

Di masa itu masih belum populer gelar-gelar seperti di abad 15 ke atas. Gelar bangsawan meliputi Aria, Dyah, Shri, banyak dipengaruhi tradisi Hindu. Gelar-gelar lain seperti Lembu, Mahesa, Gajah, Kebo, dan lain sebagainya juga banyak dipakai kalangan istana di abad 14.

Baru kemudian di masa setelahnya muncul gelar Rahadian atau yang kemudian menjadi cikal bakal gelar Raden. Di masa tumbuhnya Islam hingga menjadi agama penguasa atau agama resmi suatu wilayah, khususnya di Jawa dan Madura, muncul gelar Panembahan atau Sultan di kalangan penguasa tanah Jawa dan Madura.

Baca Juga:  Legenda Jokotole II: Cerita Kuda Terbang ‘Megaremmeng’ dan Tandu yang Patah

Di bawahnya ada gelar Pangeran. Di samping itu ada juga gelar Kiai. Di Madura khususnya, gelar Kiai lebih awal dipakai oleh kalangan penguasa di Madura Barat. Sebut saja Kiai Demang Plakaran, Kiai Pragalba, Kiai Pratanu, dan lainnya.

Di Madura tengah ada Kiai Adipati Pramono (Sampang), lalu Kiai Wonorono (Pamelengan atau Pamekasan). Lambat laun, gelar kiai pada penguasa berganti menjadi Pangeran, Panembahan, Raden Tumenggung.

Di Madura timur, gelar-gelar yang umum dipakai ialah Tumenggung, dan Pangeran. Hingga pertengahan abad 18.

Baru setelah itu muncul gelar panembahan, yaitu Panembahan Notokusumo alias Panembahan Sumolo. Disebut Panembahan Sumolo karena beliau yang pertama kali menggunakan gelar panembahan.

Baca Juga:  Bindara Ibrahim: Saudara Seayah Kangjeng Tumenggung Tirtanegara

Gelar Sultan di Madura hanya pernah digunakan oleh penguasa Madura barat dan Madura timur, yaitu Sultan Cakraadiningrat I dan II dari Bangkalan, dan Sultan Pakunataningrat dari Sumenep.

Klasifikasi, dan Makna Filosofi

Selain penguasa, keluarga keraton juga menggunakan gelar kebangsawanan. Gelar yang umum ialah Raden. Berasal dari kata Rahadian atau Rahhadi. Sebuah versi mengatakan singkatan dari darah (rah) dan adi (baik atau mulia). Versi lain berasal dari roh dan adi, yaitu bermakna ruh atau sukma yang mulia. baca halaman selanjutnya →