Mengenal Gelar Kebangsawanan di Sumenep, Asal Usul dan Ragamnya

Gelar Raden dipakai di Madura timur atau Sumenep sejak abad 16. Ada Raden Lor dan Raden Wetan. Juga Raden Rajasa, dan Raden Bugan. Gelar-gelar itu digunakan oleh mereka sebelum naik tahta.

Di samping itu ada juga gelar Kiai yang digunakan keluarga bangsawan. Seperti Kiai Mertasarana (menteri), Kiai Demang Singawangsa (menteri). Gelar kiai juga digunakan tokoh-tokoh di luar keraton, sebagai pengakuan akan ketinggian ilmu dan maqam di bidang agama.

Tahun 1750, saat terjadi peristiwa berdarah di awal naiknya Bindara Saot, yang notabene dari keluarga kiai (ulama), terjadi perubahan gelar di keluarga bangsawan Sumenep. Banyak keluarga bangsawan Sumenep yang mengubah gelar radennya menjadi kiai.

Baca Juga:  Legenda Jokotole II: Cerita Kuda Terbang ‘Megaremmeng’ dan Tandu yang Patah

Di masa Bindara Saot ini juga terjadi perubahan makna dan pelafalan raden menjadi radhin. Diambil dari bahasa Arab, ro-a (melihat) dan ad-din (agama).

Gelar raden lantas menjadi semacam doa yang disandangkan pada anak cucu Raja Sumenep dinasti terakhir. Yakni agar segala tindakannya melihat atau mengacu pada aturan agama. Sama sekali bukan sebagai pamer atau bangga-banggaan.

Khusus Sumenep, keluarga bangsawan keraton dinasti terakhir juga ditambah dengan gelar bagus dan panji. Sehingga jika digabungkan menjadi Raden Bagus atau Radhin Bagus, Raden Panji atau Radhin Panji.

Gelar tersebut mengalami peningkatan di masa tua menjadi Raden Ario atau Radhin Arja.

Jika diklasifikasi, gelar setelah panembahan atau sultan itu ialah Pangeran, lalu Raden Ario, lalu Raden Bagus atau Raden Panji, lalu Raden, Mas dan seterusnya. Klasifikasi itu menunjukkan tingkatan dari yang tertinggi hingga paling bawah.

Baca Juga:  Sapi Sono’: Si Cantik dari Madura yang Bernilai Ratusan Juta Rupiah

Red