MAMIRA.ID – Ilmu Usul fiqh atau yang disebut sebagai Metodologi Hukum Islam dicetuskan oleh salah satu dari empat Imam Mazhab yang dikenal dalam dunia Islam, yaitu al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Tokoh agung yang lebih karib disebut Imam Syafi’i ini memang dikenal sebagai sosok yang alim luar biasa. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu firasat. Sehingga dalam menetapkan suatu hukum, Imam Syafi’i tidak hanya menggunakan pendekatan ilmu fiqh, namun juga ilmu firasat.
Alkisah, dalam kitabnya yang berjudul ar-Risalah, sang Imam pernah ditanya secara terpisah oleh dua orang tentang hukum membunuh. Kepada orang yang pertama, beliau menghukumi membunuh adalah perbuatan haram yang tidak dimaafkan, dan pelakunya akan masuk neraka. Sebaliknya, pada penanya kedua, Imam Syafi’i menegaskan bahwa perbuatan membunuh merupakan dosa besar, akan tetapi pelakunya bisa mendapatkan ampunan tuhan apabila bertaubat dengan sungguh-sungguh.
Tentu kedua jawaban itu membuat penasaran para muridnya yang hadir dan menyaksikan hal tersebut. Sehingga mereka bertanya alasan Imam memberikan jawaban berbeda atas satu pertanyaan yang sama.
Imam Syafi’i lalu menjelaskan bahwa penanya pertama memiliki dendam kesumat dan berniat membunuh seseorang, sehingga kepadanya diberikan jawaban bahwa membunuh adalah dosa yang tak termaafkan. Diharapkan Imam Syafi’i, setelah mendapatkan jawaban dari hukum membunuh tersebut, penanya pertama membatalkan niatnya untuk membunuh.
Sedangkan penanya kedua, menurut Imam Syafi’i adalah orang yang pernah melakukan pembunuhan, sehingga terhadapnya dikatakan bahwa hukum membunuh tetap dosa besar namun bisa mendapat ampunan asalkan bertaubat sungguh-sungguh, sehingga ia paham bahwa ampunan tuhan itu luas bagi mereka yang benar-benar bertaubat.
Para murid lantas bertanya pada Imam, bagaimana sang Imam bisa tahu tentang kedua orang penanya tersebut. Imam Syafi’i menjawab bahwa beliau tahu dari melihat sorot mata kedua orang itu.
Dilansir dari situs alif.id, kisah tentang penerapan ilmu firasat Imam Syafi’i juga ditulis dalam naskah nusantara. Seperti di antaranya naskah berjudul “Wirasat Sapi’i” yang berbahasa Jawa dan beraksara Arab-Pegon, dan naskah “Pirasating Sujalma Miwah Katurangganing Wanita” yang menggunakan bahasa Jawa Krama dan dengan menggunakan aksara Jawa. Kedua naskah tersebut masing-masing menjadi koleksi Perpustakaan Nasional, dengan nomor panggil Br 8, dan satunya lagi menjadi koleksi Perpustakaan Museum Kirti Griya Taman Siswa Yogyakarta dengan nomor panggil MTS.DKG.Bb.1073.
Dalam naskah-naskah tersebut dikisahkan tentang ilmu firasat Imam Syafi’i untuk mengetahui karakter seseorang baik pria maupun wanita melalui delapan aspek dalam wajahnya. Ada delapan aspek dalam wajah yang perlu dicermati untuk bisa menilai karakter seseorang yaitu bentuk kepala, rambut, dahi, alis, telinga, mata, hidung dan bibir. Setiap bentuk dari delapan aspek ini akan menunjukan karakter yang berbeda.
Naskah-naskah itu juga menyebutkan tentang kisah Imam Syafi’i yang dapat menjelaskan dengan tepat tentang dua anak dari seorang perempuan, bahwa kedua anak tersebut yang satu adalah hasil pernikahan yang sah dan yang satunya adalah sebab zina.
Kendati kisah-kisah tersebut masyhur, akan tetapi Imam Syafi’i tidak membukukannya dalam sebuah kitab. Imam Syafi’i hanya membukukan ilmu yang berkaitan dengan agama saja, seperti kitab al-Um dan ar-Risalah.