MAMIRA.ID – Pernah mendengar kisah seorang ratu di tanah Jawa yang dikenal akan ketegasannya? Ratu Sima namanya.
Di kawasan nusantara, sejak era Mataram Kuno sekira abad abad 8 M hingga Majapahit berakhir pada abad 16 M, tercatat ada 52 raja yang bertahta. Tiga di antaranya berjenis kelamin perempuan.
Titi Surti Nastiti, arkeolog senior Puslit Arkenas, dalam bukunya Perempuan Jawa, menulis bahwa keberadaan ratu di Jawa sudah tercatat dalam berita Tiongkok. Sumber Dinasti Tang (618- 906 M) mencatat pada 674 Masehi, rakyat Kerajaan Ho-ling (Jawa, Ka-ling atau Kalingga) menobatkan seorang perempuan bernama Hsi-mo (Sima) menjadi ratu. Sayangnya, kisah lebih lanjut mengenainya belum banyak diketahui.
Menurut Wikipedia, “Kerajaan Kalingga (bahasa Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦭꦶꦔ꧀ꦒ) atau Kerajaan Ho-ling (Hanzi: 訶陵; Hēlíng atau 闍婆; She-pó / She-bó, juga Dūpó / Dūbó dalam sumber-sumber berita Tiongkok) atau kerajaan Keling adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha beribukota di Pekalongan – pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi, sebelum era Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sriwijaya.”
Ratu Sima disebut menggantikan sang suami, Prabu Kirathasingha atau Kartikeyasingha (648-674 M) yang sebelumnya meninggal dunia. Sang ratu dikenal kisahnya sebagai pemimpin yang tegas. Bahkan dari saking tegasnya, barang yang tergeletak di jalan, jangankan berani mengambilnya, menyentuhnya pun tak ada yang berani.
Pernah di suatu masa, juga dalam catatan dinasti Tang, Raja Da-zi, seorang penguasa tanah Arab mengirimkan sebuah tas yang berisi uang. Tas tersebut diletakkan di perbatasan negara Ratu Sima. Aksi tersebut dilakukan karena Raja Da-zi penasaran merasa penasaran dengan Sang Ratu Jawa itu karena ketegasannya menghukum mereka yang tak jujur.
Namun yang terjadi, kendati mengetahui keberadaan tas itu, orang-orang hanya berlalu Lalang saja. Tak ada yang berani menyentuhnya. Hingga tiga tahun lamanya, tas tersebut tetap di sana.
Hingga di suatu saat, putra mahkota tanpa sengaja menyentuh tas itu. Ratu Sima marah besar sampai ingin membunuhnya. Namun, karena para menteri mencegahnya, hukuman diringankan dengan memutuskan potong anggota badan yang menyentuh tas, yaitu kaki sang pangeran. Setelah dibujuk lagi oleh para menteri, pemotongan sebatas ibu jari saja.
Sontak, kabar tersebut membuat ketakutan Raja Da-zi yang mendengarnya dari kesaksian utusan Tiongkok. Raja Da-zi pun tidak berani menyerang negeri Ratu Sima.
Kesaksian utusan Tiongkok tersebut diabadikan dalam Sejarah Baru Dinasti Tang, dan yang menarik, dalam catatan itu Raja Da-zi dikaitkan dengan orang Arab.
(Diambil dari beberapa tulisan dan beberapa sumber, di antaranya historia.id dengan beberapa tambahan)