1 Sura, Merawat Pusaka, dan Menjaga Budaya dari Masa ke Masa

Mamira.ID-Ketika arus zaman menggerus kehidupan, yang bertahan hanyalah perubahan. Dalam kondisi itu, pelan tapi pasti, kebudayaan bergerak dinamis, meski kadang terlihat miris.

Pusaka, khususnya yang berbentuk tosan aji, seperti keris dan tombak, memiliki tempat khusus dalam kebudayaan Madura. Secara historis, pusaka –pusaka tersebut berfungsi sebagai senjata dalam peperangan, maupun aksesoris yang sarat makna filosofis.

Karena melalui proses yang tidak sama dengan sekadar membuat senjata tajam biasa, keris atau tombak diperlakukan secara khusus. Termasuk dalam hal merawatnya.

Ritual pengambilan air penjamasan pusaka di Taman Sare Keraton Sumenep. (Foto/Mamira)

Tradisi yang berkembang di Madura, ritual merawat pusaka tosan aji, dilakukan dengan cara membersihkannya. Dalam prakteknya, membersihkan pusaka bisa setiap saat, namun ada waktu khusus yang diyakini secara turun-temurun merupakan waktu yang bagus yang diatur melalui ritus. Seperti prosesi jamasan pusaka di tanggal 1 Sura atau 1 Muharram dalam penanggalan Hijri.

Baca Juga:  Kiai Agung Abbas dan Tanah Sakral di Belahan Utara Sumenep

“Dalam tradisi lama, yang sebagian masih dijalankan saat ini ialah membasuh dan membersihkan keris,” kata RB Muhlis, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.

Sarana yang dipakai ialah air yang di dalamnya terdapat kembang-kembang khusus. Seperti kembang tujuh rupa. Lalu diasapi dengan dupa atau kemenyan, sebelum kemudian diolesi minyak berbahan dasar tumbuh-tumbuhan.

“Tidak dianjurkan dengan minyak berbahan hewan,” tambah Muhlis.

Tradisi tersebut dahulu hidup di lingkungan keraton sebagai kalangan yang tidak bisa dipisahkan dengan pusaka tosan aji. Meski belum didapat bukti otentik tentang ritus jamas pusaka keraton di masa lalu. Kecuali informasi lisan dari kalangan keluarga bangsawan yang masih menjaga tradisi.

Baca Juga:  Wabah Thaun dan Hukuman Raja Sumenep kepada Kiai Gurang Garing

“Merawat pusaka merupakan tradisi para pendahulu, sebagai bentuk kepedulian terhadap karya lelulur dan penghormatan pada pendahulu. Dengan dirawat, tentu pusaka-pusaka ini akan terus ada dan bisa menjadi bahan pelajaran penting bagi generasi penerus,” kata RB Fahrurrazi, salah satu pemerhati tosan aji di Sumenep.

Red