Mamira.ID – Tulisan kali ini masih tetap membahas area dalam Asta Tinggi bagian barat, dimana pada tulisan sebelumnya sudah dibahas cungkup tertua, yakni cungkup Pangeran Pulang Jiwa. Sebab itu, tulisan ini secara khusus akan membahas cungkup yang kedua, yaitu cungkup Pangeran Jimat.
Seperti yang telah di jelaskan pada penulisan Asta Tinggi sebelumnya, bahwa di area barat ini terdapat tiga cungkup, yakni cungkup Pangeran Panji Pulang Jiwa, cungkup Pangeran Jimat dan yang terakhir cungkup Bindara Saot. Ketiga cungkup ini memiliki keunikan atau nilai kesejarahan masing-masing yang penting untuk kita ketahui dan pelajari.
Berdasarkan tata letaknya, cungkup Pangeran Jimat, berada tepat dibelakangnya cungkup pengeran Panji Pulang Jiwa. Posisi cungkup yang membelakangi dari Pangeran Pulang Jiwa menjadi sumber atau informasi bahwa ajaran atau tuntunan dan etika dalam berperilaku pada masa itu.
“Cungkup ini salah satu asta yang menjadi tujuan utama para peziarah memang. Yaa selain asta-asta yang lain tentunya. Karena Pangeran Jimat ini termasuk asta yang paling tua.” Kata salah satu juru kunci atau penjaga cungkup, Pak Iyan, beberapa waktu lalu saat menemani tim mamira liputan.
Keberadaan Cungkup pengeran Djimat yang berjarak kurang lebih tujuh meter di dari cungkup Pangeran Pulang Jiwa memberikan gambaran bagaimana perilaku dan sopan santun terhadap yang lebih tua, adat seperti ini masih sangat kental yang sering dilakukan oleh orang Madura dan Jawa kala itu, bahkan sampai saat ini.
Dalam adat para raton, penempatan makam atau asta memang tidak boleh mendahului yang lebih tua. Cungkup pangeran Jimat ini berdampingan dengan cungkup Bindara Saot, keduanya hanya dipisahkan lorong kecil menuju cungkup satu. Posisi ini memberikan arti bahwa Bindara Saot lebih muda dari pengeran Jimat.
“Memang menurut kebiasaan sedari sejak dulu, kalau makam atau asta yang lebih tua itu posisinya pasti berada di area paling dalam atau paling bekalang. Pangeran Jimat ini lebih muda dari Pangeran Pulang Jiwo, makanya posisinya pasti lebih ke area paling belakang Pangeran Pulang Jiwa,” tambahnya.
Bentuk Cungkup
Meski secara usia cungkup ini lebih muda dari Cungkup Pangeran Pulang Jiwa. Namun bukan berarti cungkup Pangeran Jimat tidak memiliki keunikan atau nilai kesejarah yang penting. Justru di cungkup inilah terdapat macam gaya ragam hias atau ornamentasi makam yang menyimpan banyak makna serta memiliki keunikan tersendiri.
Namun, perbedaan yang unik dan memiliki daya tarik untuk kita telusuri lebih dalam adalah keberadaan cungkup dan ornamentasi yang berbeda dari setiap masing-masing cungkup yang ada. Salah satunya cungkup Pangeran Jimat itu sendiri.
“Kalau peninggalan-peninggalan pangeran Jimat itu ada di keraton semua.” Terang Pak Iyan sembari terus mengajak tim mamira melihat ukiran-ukiran yang ada di area cungkup dua ini. Tampak para peziarah silih berganti memasuki area dalam cungkup untuk mengaji, sebagian lagi membaca tahlil.
Secara kajian perkembangan sejarah seni pada masa Islamisasi nusantara, cungkup makam Pangeran Jimat menyimpan sejuta tanya. Sebagai mana mestinya, pada saat Islam mulai dikenal masyarakat nusantara, ada pengaruh yang dibawa Islam pada perkembangan seni. Baik itu seni ukir, seni lukis, seni pertunjukan dan lain sebagainya.
Cungkup Pangeran Jimat tidak beda jauh dengan rumah joglo, akan tetapi yang membedakan bentuk cungkupnya mengkrucut dan tajam menjulang ke langit. Jika dilihat dari masing-masing cungkup memang memilki perbedaan dan keunikan masing-masing.
Bentuk Makam dan Jumlah Makam
Disaat fokus pada pengambilan gambar dan video, tanpa ada pertanyaan apapun dari tim mamira, tiba-tiba Pak Iyan langsung mengeluarkan pernyataan tentang kekeramatan Pangeran Jimat dengan penjelasan panjang.
“Sudah gini saja, kalua kamu percaya, kamu ambil bunganya, disimpan di pintu agung atau pintu utama di rumah kamu, atas pintunya ya, dibungkus dengan kain putih ya. Nanti, jika apa yang dicita-citakan kamu tercapai kamu kembalikan lagi kembang itu kesini. Bahkan bunganya diyakini bisa menyembuhkan orang yang sakit, insyaAllah. Bunganya direndam ke air terus airnya digosoknya ke area yang sakit. Bunganya disimpan lagi. Jangan dibuang, dikeringkan dan disimpan lagi. Ya kesembuhan itu bukan dari kembang ini, semuanya Allah yang menyembuhkan. Bunga atau kembang ini hanya sebagai wasilah atau perantara saja. Semua Kembali ke Allah.” Ujarnya, senyum tampak bibirnya hingga tampak gurat garis dipipinya.
Dalam cungkup Pengeran Djimat terdapat lima makam yang terbaring secara berjejer. Makam yang berada di paling barat yakni Makam Ratu Ari, makam yang berada diposisi paling tengah yakni Pangeran Djimat (R. Ahmad), RA. Wiro Negoro menjadi urutan yang terkhir, dan terdapat 2 makam orang kerdil yang tepat dibelakangnya. konon menurut tutur cerita, kedua makam orang kerdil tersebut merupakan pengawal kerjaan di era pemerintahan Pangeran Jimat.
“Kalau Raden Wiro Negoro itu saudara Pangeran Djimat. Sementara makam orang kerdil itu merupakan ajudan atau pelayan Pangeran Jimat.” Kata Pak Iyan.
Jika di tinjau dari sisi arsitektur jirat atau kijing makam, arsitektur jirat di komplek bagian barat memiliki persamaan dengan asta atau makam cungkup pertama. Gaya jirat bersusun atau bertingkat menjadi ciri-ciri bahwa makam dengan susunan bertingkat menggambarkan strata sosial tokoh yang di makamkan.
Pada umumnya, ragam ornamentasi masa Kerajaan Islam di nusantara lebih banyak berupa lukisan atau pahatan motif floral dalam bentuk geometri. Hal ini dikarenakan bahwa ada semacam hal yang tabu jika menggambarkan mahluk hidup berupa manusia atau binatang. Jikapun ada bentuk ragam hias seperti itu, biasanya mengalami stilirisasi atau disamarkan bentuknya, tidak boleh menggambarkan binatang atau manusia sesuai dengan bentuk aslinya. Jika melihat ragam seni yang menggambarkan binatang atau manusia, kita hanya bisa menyaksikannnya dalam bentuk yang samar-samar atau bahkan jika tidak mengamati dengan seksama, kita tidak akan tahu tentang belum ragam hias tersebut.
Namun hal ini tidak akan kita temukan pada Cungkup Pangeran Djimat. Ragam hiasnya unik karena berani menampilkan ragam seni yang diluar kebiasaan. Kita seolah-olah bisa menemukan sebuah pandangan yang unik tentang pemahaman seni sebagai sebuah hiburan dan agama sebuah tuntunan hidup. Pada cungkup makam ini terpahat dengan jelas berbagai gambaran mahluk hidup yang berupa binatang yang digambarkan secara fulgar dan menyerupai bentuk aslinya, meskipun sejatinya gambaran tentang binatang yang menyerupai aslinya dianggap tabu.
Saat asyik melihat ornamentasi ukiran di area depan cungkup, suara Pak Iyan kembali terdengar memberi penjelasan asta yang ada dalam cungkup kedua ini.
“Ratu Ari ini merupakan ponakan Pangeran Panji Pulang Jiwa, beliau istri Pangeran Jimat, jadi bukan putranya. Kerajaan turun kepada ponakannya. Pangeran Jimat punya saudara namanya Raden Ayu Tirtonegoro, yaa istrinya Bindara Saod. Itu yang punya pemandian putri kuning di keraton itu. Yang tetap ada sampai sekarang,” ujarnya.
Sepertinya, cerita tentang binatang yang dipahatkan di sekeliling dinding cungkup merupakan sebuah pembelajaran penting dalam perjalanan sejarah hidup manusia. Kisah cerita binatang yang sarat akan ajaran-ajaran nilai kehidupan ini seolah-olah menjadi pesan bagi kita semua dalam bertutur dan berperilaku dalam kehidupan keseharian. Ragam hias binatang, tidak hanya di penuhi oleh gambaran-gambaran binatang di dunia nyata, tetapi di cungkup ini juga ada beberapa hiasan yang bergambarkan gambaran binatang-bintang mitologi dari budaya luar. Diantaranya adalah keberadaan sepasang Qilin. Binatang mitologi dari China ini turut mewarnai ragam ornamentasi di cungkup makam ini.
Binatang mitologi ini memiliki makna lambang kedamaian dan kemakmuran. Tentu saja jika dikaitkan dengan sebuah pengharapan, sang penguasa berharap kehidupan rakyat yang adil, makmur, dan sejahtera. Selain Qilin, sang burung phoenix juga menghiasi keberadaan cungkup makam Pangeran Djimat. Binatang phoenix di kenal juga sebagai “burung para raja”, binatang ini melambangkan keberuntungan, kedamaian serta kebersihan pemerintahan.
Phoenix dan naga memiliki kesamaan, dianggap oleh raja-raja sebagai simbol kekuasaan dan martabat. Mahkota phoenix, kereta phoenix dan lain-lain adalah contoh benda yang berhubungan dengan phoenix. Benda-benda itu hanya boleh dipergunakan oleh keluarga kerajaan dan orang-orang suci Ornamentasi pada cungkup ini, bisa menjadi tuntunan hidup bagi kita semua.
Karomah Pangeran Jimat
Dengan tetap berdiri, Pak Iyan dam tim mamira mengelilingi asta atau makam Pangeran Djimat, disaat itu pula Pak Iyan kembali memberi penjelasan soal keistimewaan atau karomah Pangeran Djimat semasa hidupnya.
“Dikenal dengan Pangeran Djimat karena kata-katanya menyenangkan, menyejukkan bagi para bawahannya. Itu kata-katanya itu, titahnya itu menjadi kenyataan, kata-katanya tidak pernah meleset. sehingga beliau dijuluki Pangeran Djimat. “Mustajeb” kalua kata orang madura. “Mantih pangocap”. Pangeran jimat ini raja yang kedua.” Ujarnya dengan mimik wajah yang serius.
tanpa jeda, Pak Iyan terus menejelaskan tentang sosok sang pangeran. “Namun, ada juga yang mengatakan jika julukan Pangeran Djimat itu karena memang beliau membuat “jimat” untuk berbagai keperluan banyak orang, seperti misalnya jimat untuk keselamatan, jimat untuk membentengi diri dari musuh dan lain-lain.” Tambahnya.
Dari deretan cerita kita kali ini, maka kita akan sadar betapa pentingnya bagi kita untuk belajar sejarah. Belajar menghargai nilai-nilai luhur warisan para pendahulu kita melalui apa yang tersaji pada peninggalan-peninggalan sejarahnya. Ragam hias yang tersaji menjadi bukti nilai-nilai sosial dan budaya yang ada harus kita pertahankan. Sudah waktunya kita kembali pada bentuk kehidupan yang dilandaskan tatanan nilai dan norma warisan leluhur.
Tiba-tiba Pak Iyan mengambil sejumput bunga tujuh rupa yang peziarah taruh di atas nisan makam Pangeran Djimat dan memberikannya kepada salah satu kru tim mamira untuk dijadikan ajimat. “Kalau kamu mau dihadiri Pangeran Djimat kamu kirim khususan fatihah saja, selasa dan hari jumat itu, istiqamahkan. insyaAllah hadir ke kamu itu Pangeran Djimat. Oh ya, jika nanti hajatmu sudah terpenuhi, kembalikan bunga itu kesini” Pungkas pak Iyan yang sudah puluhan tahun menjadi juru kunci pemakaman Asta Tinggi.
Tonton Video ini:
Penulis: M. Zainuri
Editor: Mamira.ID