Mamira.ID – Raden Abdul Rachim Pratalikrama lahir di Sumenep, 10 Juni 1898. Beliau putra dari Raden Bahauddin Wongsotaruno (Patih Siwa) bin Raden Sujalma Wongso Kusumo II bin Raden Abdurrahim Wongso Kusumo I (Kiai Bhangsa) bin Raden Pratalikromo (Raden Tumenggung Ronggo Kertoboso Pratalikromo – Hoofd Jaksa Van Sumenep) dengan istrinya yang bernama Sanimah.
Raden Abdul Rachim Pratalikrama adalah salah satu dari tiga putra Raden Bahauddin Wongsotaruno yang mempunyai peran besar dalam Kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau merupakan tokoh yang berhasil menghidupkan nyawa pemerintahan wilayah Kediri, Nganjuk, Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek menjadi satu saat awal lahirnya NKRI.
Raden Abdul Rachim Pratalikrama menjabat sebagai Residen Kediri pertama saat negara yang baru lahir itu dalam keadaan genting pada tahun 1945-1947. Tidak hanya itu, beliau juga merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI (Dokuritsu Junbi Chōsa-kai). Badan ini dibentuk pada 1 Maret 1945 guna mempelajari, menyelidiki, dan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal penting yang diperlukan dalam usaha pembentukan Negara Indonesia yang merdeka.
Adapun yang terkenal dari Raden Abdul Rachim Pratalikrama saat sidang BPUPKI adalah usulan terkait syarat seorang presiden. Selengkapnya beliau menyatakan :
“Paduka Tuan Ketua yang terhormat!
Lebih dahulu saya ucapkan peryataan penghargaan yang sebesar-besarnya dan terima kasih kepada panitia untuk menulis Undang-undang Dasar ini.
Tuan Ketua, di antara rakyat, di mana termasuk juga saya, ada yang menginginkan, bahwa Kepala Negara kita yang akan dipilih jadi Kepala Negara Republik Indonesia itu, hendaknyalah orang Indonesia asli yang umumya tidak kurang dari 40 tahun dan beragama Islam.
Akan tetapi yang demikian itu tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar dan karena itu saya majukan pertanyaan : apakah di luar Undang-undang Dasar akan diadakan Undang-undang yang menyatakan kehendak yang saya majukan tadi itu atau tidak?
Jika tidak, saya mohon supaya itu dimasukkan juga, entah di dalam Undang-undang Dasar atau Undang-undang lain, ialah ketentuan bahwa Kepala Negara atau Presideh Republik Indonesia hendaknya orang Indonesia yang asli, berumur sedikit-dikitnya 40 tahun dan beragama Islam.
Sekianlah, terima kasih.
Pernyataan tersebut merupakan respon serta tindak lanjut dari kesepakatan Panitia Sembilan yang melahirkan Jakarta Charter (Piagam Jakarta).
Perjalanan Karir Raden Abdul Rachim Pratalikrama. Baca pada halaman selanjutnya⇒
Sama seperti ayahandanya, Raden Bahauddin Wongsotaruno, beliau meniti karir di pemerintahan setelah lulus sekolah Bestuurschool pada tahun 1929 Masehi, dimulai sebagai Asisten Wedono Pasongsongan, Wedono Sapudi di Sumenep, Wedono Asembagus di Situbondo, Wedono Blega di Bangkalan, Wedono Galis di Pamekasan, setelah itu naik pangkat sebagai Patih di Panarukan, lalu pindah menjadi Patih di Lumajang dan akhirnya saat pendudukan Jepang, beliau ditugaskan ke Kediri hingga menjadi Residen Kediri pertama (jabatan yang diemban hingga awal lahirnya Indonesia, 19 Agustus 1945). Dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno & Hatta di Jakarta.
Di Kediri, Raden Abdul Rachim Pratalikrama bersama Daidanco Soerachmat menyambutnya dengan gembira dan segera melakukan koordinasi dengan tokoh-tokoh dan kekuatan-kekuatan Pemerintahan Pro Republik. Kesatuan-kesatuan militer rakyat dari PETA, Kepolisian Istimewa, dan Laskar-laskar Santri beserta rakyat pun turut ikut mendukung.
Setelah rapat malam, tanggal 19 Agustus 1945, bergeraklah kesatuan-kesatuan militer rakyat melucuti pertahanan-pertahan militer Jepang. Kekacauan pun terjadi, semakin banyak korban berjatuhan di markas Kenpetai. Akhirnya, Raden Abdul Rachim Pratalikrama turun tangan guna melakukan diplomasi kepada pimpinan-pimpinan Jepang di Kediri. Hasilnya, diplomasi berhasil dan bendera Merah Putih berkibar dengan aman di seluruh Bumi Kadhiri.
Raden Abd. Rachim Pratalikrama wafat pada tanggal 8 Juli 1948, bertepatan dengan tanggal 1 Ramadhan 1367 Hijriah. Untuk kemudian, jasad beliau disemayamkan di area makam Setonogedong, Kota Kediri. Adapun pemerintah menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama pada tanggal 12 Agustus 1992 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 048/TK/Tahun 1992, atas segala jasa – jasanya merintis lahirnya NKRI.
Terima kasih Bapak Raden Abdul Rachim Pratalikrama atas Perjuangan dan Usaha Merintis Kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Catatan : Raden Abdul Rachim Pratalikrama kakak dari Raden Abdul Halim Perdanakusuma (Pejuang Kemerdekaan RI & Pahlawan Nasional Republik Indonesia, nama besar beliau diabadikan menjadi nama Bandara Abdul Halim Perdanakusuma).
Jangan lupa juga tonton video Mamira.ID di youtube:
Mamira.ID