Site icon MAMIRA.ID

Kiai Ali: Maha Guru dari Tanah Barangbang (Bagian I)

Mamira.ID – Barangbang merupakan salah satu perkampungan yang terletak disebelah timur Bandara Trunojoyo, Kabupaten Sumenep, perkampungan yang asri dan permai pertanda sebuah kemakmuran di masanya. Kampung Barangbang merupakan bagian dari Desa Kalimo’ok yang tak lain banyak menyimpan sejuta sejarah dan peradaban dimasa lalu, di sana berdiri benteng pertahanan VOC salah satu situs sekaligus simbol kemegahan kota tua pada masa itu.

Tak hanya kota tua yang bisa kita saksikan, namun yang amat menarik bagi para pengunjung sekaligus para peziarah dari berbagai daerah baik Madura maupun dari daerah jawa, di perkampungan Barangbang inilah ada sosok ulama masyhur yang tak permah sepi dari peziarah di maqburahnya, Al Alim Al Allama Sayyid Ali Barangbang banyak orang menyebutnya.

Kiai Ali Barangbang adalah sosok ulama yang sangat alim dan kharismatik serta tergolong ulama karomah tingkat tinggi. Beliau merupakan keturunan langsung dari anggota Wali Songo yakni Sayyid Jakfar Shadiq/Sunan Kudus, melalui putranya yang bernama Panembahan Pakaos. Kalau di tarik secara nasab Kiai Ali Barangbang adalah putra dari Kiai Khatib Paddusan dan cucu dari wali Nandur dari tanah Jawa yakni Sayyid Ahmad Baidlawi Pangeran Katandur.

Secara riwayat lisan yang hingga kini masih dipercaya, Kiai Khatib Paddusan ayahanda dari Kiai Ali Barangbang merupakan seorang putra ulama di kampung Paddusan, Desa Parsanga, beliau adalah putra dari seorang penyebar agama islam pada masa itu, sehingga cikal bakal keilmuan sudah tertanam sejak usia dini pada diri sang cucu.

Selain itu, pada masa sebelumnya ada ulama masyhur sekaligus penyebar agama islam yakni Sunan Paddusan membuat beberapa sumur sebagai media tempat berwudhu’ sekaligus untuk mencukupi sebagai air minum, media bercocok tanam serta memandikan “edhutus” (bahasa Madura) para santrinya, melihat sumur tersebut, tentu tak lepas dari kata “Barangbang” yakni susunan batu karang atau dengan kata lain perigi batu yang di pasang dari bawah sampai atas sumur sebagai penguat dinding galian sumur tersebut, sehingga sumur buatan sang Sunan itu berjumlah 9 sumur. Sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Parsanga dari kata dasarnya Paregi Songo, diambil ringkas menjadi Par Songo. Namun sebuatan itu di permudah penyebutannya menjadi kata Parsanga, sebuah desa yang menjadi tanah tumpah kelahiran sekaligus dibesarkan sosok wali Agung Kiai Ali Barangbang.

Setelah usia Kiai Ali Barangbang sudah beranjak dewasa beliau mendapat perintah dari leluhurnya guna mengajarkan keilmuannya sekaligus dakwah islamiyah di sebuah kampung yang sampai saat ini menjadi saksi sejarah kediaman beliau, yakni kampung Barangbang desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget. Di ceritakan juga bahwa sosok Kiai Ali Barangbang selain terkenal kealimannya beliau juga membuat sumur seperti halnya sang Sunan di tanah kelahirannya.

“Sumur tua buatan Kiai Ali tampak jelas di depan Pasarean beliau, dulunya menggunakan susunan batu sebagai perigi/Barangbang sehingga melekat pada nama beliau yakni Kiai Ali Barangbang” kata salah satu juru kunci Asta Gumuk beberapa waktu lalu saat ditemui tim Mamira seraya sambil menunjukkan sebuah sumur tua di depan asta beliau.

Semasa hidupnya sosok Kiai Ali banyak menyumbangkan pikirannya dalam bidang keilmuan sekaligus menjadi sosok ulama yang melahirkan tokoh tokoh alim di berbagai daerah jawa dan madura. Sebut saja Pesantren Lotheng dipusat kota Sumenep adalah cikal bakalnya berasal dari keturunan Kiai Ali Barangbang yang mendirikan pesantren tersebut.

“Tak hanya dalam bidang pesantren saja, sosok anak cucu Kiai Ali Barangbang juga di percaya sebagai Penghulu Kraton/Pangoloh agama pada masa pemerintahan kraton Sumenep’’. Ujar RB. Moh. Fajar saat di temui team mamira waktu lalu.

Karomah Kiai Ali Barangbang

Kiai Ali Barangbang yang merupakan cucu Pangeran Katandur tentu tak banyak jauh berbeda dengan leluhurnya, beliau dikenal sebagai sosok ulama yang menyiarkan islam sekaligus Kyai yang alim dan berilmu tingga serta banyak disegani oleh banyak orang. Tak hanya santri dan masyarakat Barangbang saja yang menyegani beliau, bahkan raja penguasa Sumenep pun ikut segan akan kewalian Kiai Ali Barangbang kala itu. Dikisahkan bahwasanya Kiai Ali Barangbang adalah sosok ulama yang mampu membuat sesuatu yang diluar nalar manusia yakni membuat seekor kera bisa berbicara bahkan bisa mengaji Al. Qur’an layaknya manusia pada umumnya.

Pada suatu masa saat dinasti kraton Sumenep masih di pegang oleh seorang raja, konon dikisahkan sang raja menitipkan anaknya untuk mengaji di Langgar Kiai Ali Barangbang. Ringkas cerita anak sang raja tersebut mengaji di langgar kuno namun apa yang terjadi anak raja tersebut tidak bisa mengaji lantas Kiai Ali Barangbang memarahi dan memukul anak tersebut. Putra sang raja pun pulang dan melaporkan kejadian itu pada orang tuanya yang tak lain adalah penguasa/raja pada masa itu.

Raja pun murka sebab anak si mata wayangnya sekaligus Pangeran Muda dimarahi dan dipukul oleh guru ngajinya yakni Kiai Ali Barangbang. Kiai Ali pun di panggil ke istana kraton untuk di adili atas perbuatannya. Kiai Ali pun tak gentar atas panggilan raja beliau menghadiri sidang keraton dengan penuh santai tampa rasa takut apa pun, sebab ada diposisi yang benar.

Sidang keraton pun dimulai, sang raja langsung memanggil dan memarahi Kiai Ali karena telah memukul putranya saat mengaji di langgar itu. Sang raja pun dengan nada beringas berkata sekaligus bertanya. “Kenapa sang kyai memukul anakku?” Kata sang raja, Kiai Ali pun menjawab dengan nada tenang. “Hamba memukul anak itu dengan niatan karena kebohodohannya.” katanya. Mendengar jawaban itu, raja pun tambah marah dan sangat tersinggung sebab anaknya dikatakan bodoh. Dengan nada marah raja pun berkata: “Jika Kyai mampu membuat anak pintar dengan cara memukul maka bawalah binatang ini (Kera) ajari mengaji layaknya manusia dan bawalah kesini kembali jika sudah bisa mengaji.” Ucapnya dengan penuh amarah.

Ringkas cerita Kiai Ali pun pulang dengan membawa kera tersebut, sesampainya di rumah beliau kera itu setiap malam diajak memancing ikan, pada suatu malam ke-39 Kiai Ali membuat tali dari sabut kelapa dan diikatkan pada jarinya lalu dibakar. Lalu Kiai Ali berkata: Hai kera jika api ini sampai dijarimu dan merasakan panas maka berteriaklah dan katakanlah panas, dengan izin Allah sekaligus menjadi karomah beliau si kera tersebut bisa berbicara dan bisa pula mengaji.

Kiai Ali Barangbang pun menunaikan perintah sang raja, ia dipanggil kembali ke keraton untuk menagih janji sekaligus syarat atas pembuatan yang telah beliau lakukan. Suasana keraton Sumenep pun sangat ramai dengan para pembesar keraton, para mantri serta para punggawa pun dikumpulkan, pesta meriah pun dirayakan. Kiai Ali Barangbang pun hadir mememuhi undangan sang raja sekaligus membawa kera tersebut. Lalu ditengah kemeriahan tersebut, tiba-tiba sang raja menyodorkan Al. Qur’an guna menagih janji keepada wali agung dari tanah Paddusan itu.

Dengan penuh meyakinkan, Kiai Ali Barangbang menyuruh kera tersebut untuk mengaji, alangkah terkejutnya para punggawa beserta pembesar keraton karena tingkah sang kera itu. Kera itu mulai mengambil dan membaca ayat suci Al. Qur’an, sang raja pun mulai menunduk segan dan tak bisa berkata apa-apa, sebab si kera telah mampu mengaji dengan baik, lantunan kalam kalam yang begitu indah dan suaranya yang begitu syahdu.

Setelah sesesai mengaji Kiai Ali Barangbang pun mulai melemparkan pisang kepada si kera lalu berkata: ” Elmo Kala ka Babathek” yang artinya ilmu kalah sama watak. Kemudian dengan penuh hormat dan bijaksana, raja pun memberikan penghormatan kepada sang alim, seraya berkata, “bahwasanya gudangnya ilmu itu ada di Barangbang, jadi tidak sah bila tidak memuntut ilmu/mengaji di tanah Barangbang. Ini menjadi bukti bahwasanya kewalian serta ilmunya Kiai Ali itu sangatlah tinggi.

“Mon terro ka elmo nika kodhu nemba ka Barangbang sebab Barangbang nika gudangnga elmo. mulae dimen bannya’ oreng se ngakone da’ ka wallianna Ju’ Ali sampe’ manabi bada oreng niteni kendaraan lebat e Asta nika etonthon kendaraanna dari moljana Kiai Ali sareng kawallian tor kajunilanna (kalau ingin menuntut ilmu, maka hendaklah ke Barangbang, sebab Barangbang ini gudangnya ilmu. Sejak dulu banyak orang mengakui kealiman Kiai Ali, sampai-sampai jika ada orang mengendari kendaraan lewat di depan asta Kiai Ali kendaraan tersebut dituntun karena menghormati Kiai Ali)” cerita RB. Moh Fajar yang juga merupakan salah satu penerus langgar kuno di Barangbang. Bersambung……

Jangan lupa tonton juga video ini:

Penulis: Abd. Warits

Editor: Mamira.Id

Exit mobile version