Site icon MAMIRA.ID

Asta Tinggi Bagian IV: Megahnya Cungkup Panembahan Sumolo

DCIM100MEDIADJI_0030.JPG

Mamira.id – Asta Tinggi merupakan komplek pemakaman para raja dan keluarganya yang terletak di dataran tinggi sebelah barat Kota Sumenep, tepatnya di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep.

Tidak hanya dikatakan sebagai komplek pemakaman, namun juga dikenal sebagai wisata religi yang tak pernah sepi dari peziarah. Pengunjung yang datang tak hanya dari pulau Madura saja, namun juga dari penjuru nusantara bahkan manca negara.

Seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan tentang cungkup asta sebelumnya, Asta tinggi terbagi menjadi dua area komplek, yang pertama komplek yang berada di bagian barat dan komplek di bagian timur. Komplek bagian barat terdapat tiga cungkup makam yang ketiganya sudah diulas sebelumnya. Untuk area timur terdapat Cungkup lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Sumolo dan keluarganya serta keturunannya. Dan tulisan kali ini akan membahas secara detail area bagian timur.

Untuk menuju ke area cungkup ini, peziarah harus melewati gerbang utama yang disertai dengan undakan agak tinggi. Pintu gerbang pertama tentu merupakan pintu gerbang depan atau pintu utama Asta Tinggi. Dari sini saja peziarah akan langsung melihat kemegahan dan keunikan komplek pemakaman ini, setelah melewati pintu gerbang utama, mata peziarah akan kembali dimanjakan pada beragam corak arsitektur yang menakjubkan ketika sudah memasuki area dalam komplek makam yang disebut dengan area profan satu. Dalam area ini terdapat beberapa pohon Sawo Kecik yang rindang dan menyejukkan.

Sebelum melewati gerbang utama cungkup, peziarah akan melihat sebuah penginapan bagi para peziarah yang datang dari luar pulau Madura atau ingin menginap di Asta Tinggi. Penginapan ini berada di kanan jalan menuju cungkup. Sementara disamping kiri terdapat pendopo, tempat ini merupakan tempat menerima dan mendata jumlah para peziarah.

Gapura yang megah tampak menantang dengan ketebalan satu meter tersebut ditopang delapan pilar besar dan tinggi menjulang dengan warna putih melapisi sebagian besar gapura, namun warna khas keraton hijau dan kuning juga mewarnai tembok tersebut. Warna hijau dan kuning pasti selalu dijumpai di keraton yang berada di kota Sumenep, warna tersebut memiliki arti Konenglijk yang artinya kantor raja atau kadipaten.

Gaya bangunan yang terdapat pada gapura dipengaruhi oleh arsitektur Cina. Gapura tersebut tersambung dengan pagar yang mengelilingi seluruh area pemakaman dengan disertai berbagai ornamentasi makam yang berada di dalam area pagar.

Pada gapura agung cungkup Panembahan Sumolo ini terdapat pula prasasti di kiri dan kanan menggunakan tulisan arab dan carakan. Gapura yang megah ini dilengkapi dengan medallion di bagian paling atas gapura. Saking megahnya, gapura ini memiliki medallion sebanyak tiga belas buah.

Berikut isi dari prasasti yang terdapat di pintu gerbang agung cungkup Panembahan Sumolo:

“Prasasti ini mengingatkan kepadaku tentang pembangunan itu siapa yang meneruskannya dan menjelaskan pula harapan dari orang yang menyelesaikannya serta harapan dari orang yang menjaga kelestariannya. Maka bagi segenap peziarah yang datang berziarah kepada penghuni Asta tinggi ini tetapi ia lupa kepada siapa-siapa saja yang ada didalamnya maka hendaklah ia terlebih dahulu melihat pada tulisan prasasti ini kemudian kalau ia memahami bahasa Arab hendaklah merenungkan maknanya sehingga ia akan mengenal siapa yang membangun dan menyelesaikannya dan akan mengetahui apa harapan dari orang yang membangun dan menyelesaikannya.”

“Kalau tidak paham bahasa Arab maka hendaklah memandang ke arah kiri, disini ada prasasti bahasa Jawa barangkali ia lebih mengerti maksudnya. Didalam tulisan ini semoga Allah memberi ampun kepada pembuat prasastinya penulisnya, dan seluruh pembantunya serta memberi petunjuk bagi mereka kejalan yang lurus.”

“Yang membangun pintu ini adalah Almu’tasim Billah Sultan Paku Nata Ningrat Penguasa kota Sumenep yang meninggal sebelum pintu ini selesai kemudian penyelesaian pembangunan pintu ini dilanjutkan oleh putranya Panembahan Noto Kusuma tiga salah seorang pemangku kekuasaan atau raja di kota ini.”

“Penyelesaian pembangunan pintu dengan memperbagus pintu undakannya dan tindakannya dari menuliskan pada kedua sisinya.”

“Harapan setiap peziarah agar tetap tenang dari seluruh peziarah supaya rapi berpakaian   dari pada segenap pendoa untuk memohon ampun bagi mereka kepada Allah.”

“Bunyi harapan demikian: kepada seluruh peziarah kuburan hendaklah bersikap sopan santun menurut aturan syariat seperti sikap kepatuhan penghuninya dimasa hidupnya pintu ini rampung pada Tahun 1274 H.”

 

Setelah melewati gerbang yang megah dan gagah, peziarah akan menjumpai bangunan yang berbentuk monumen “Warana” yang berisi prasasti bertuliskan bahasa arab dan jawa kuno. monumen tersebut terlihat sangat indah dan megah dengan empat pilar sebagai penopang. Monumen tersebut dilengkapi berbagai ornamentasi ukiran dan enam madalion diatasnya.

Pada monumen tersebut juga terdapat lambang Keraton Sumenep yang bertuliskan prasasti dengan hiasan berupa ukiran yang masih terpahat. Prasasti tersebut memberikan informasi tentang bangunan Asta Tinggi. Isi dari prasasti tersebut yakni:

“Adapun setelah memuji kepada Allah SWT atas karunia-Nya dan mengucap syukur atas segala limpahan rahmat-Nya, maka sesungguhnya bagi orang yang berpegang teguh kepada agama Allah yakni: Sultan Pakunataningrat, Raja di Negeri Sumenep, apa-apa yang diharapkan dari ayahnya Panembahan Natakusuma semoga Allah menyelimuti dengan rahmat-Nya dan semoga Allah memasukkan ke surga”.

“Sultan Pakunataningrat telah melaksanakan wasiat beliau yang disimpan rapi hingga berakhir kekuasaan beliau dengan membuat sebuah bangunan Kubah baginya, dan agar ayahnya dikuburkan di dalam Kubah tersebut.”

“Bahwa beliau Rahmatullahi Ta’ala sebelum wafatnya, sungguh telah melihat kubah itu, selama tiga tahun. Di waktu beliau melihatnya, merasa senang dan nampak dengan wajah yang berseri-seri, sepertinya beliau melihat dirinya sendiri berada pada hari kebangkitan dan hari kiamat.”

“Dan Kubah mulai dibangun oleh Sultan Pakunataningrat pada tanggal 10 Rajab 1227 Hijriyah, sedang beliau wafat pada hari Senin Rabiul awal tahun 1230 Hijriyah dan disemayamkan ditengah-tengah Kubah itu.”

“Ya Allah berikanlah tambahan rahmat-Mu kepadanya dan kumpulkanlah bersama kebaikan-kebaikannya (Wassaabiku wassaabikun ulaikal muqarrabin fi jannatin na’iem ), ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya pekerjaan Kubah pada waktu itu belum selesai atau sempurna untuk memperbagus, termasuk juga pintu masuknya belum selesai.”

“Kemudian Al Mu’tasim billah SWT bersungguh-sungguh menyerpunakan pekerjaan tersebut dengan pertolongan dari Allah, seperti ia perisai yang baik untuk menutupi dan yang berdiam diri. Penyelesaian akhir pekerjaan kubah itu dan perkerjaan termasuk memperbagus dan memperluas, agar indah dan bagus dipandang pada tahun 1233 Hijriyah. Semoga sebaik baiknya Sholawat dan Salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW”.

Setelah melewati tugu, peziarah kembali melewati lorong menuju cungkup Sultan Abdurrahman. Di kanan dan kiri jalan terdapat pendopo yang masih tetap kokoh, namun yang menjadi pembeda yakni terdapat langgar kecil yang berada disebelah kiri jalan dan masih layak untuk ditempati beribadah bagi para peziarah hingga saat ini.

Tidak hanya itu, terdapat pohon pula pohon Sawo Kecik yang sangat besar dan tinggi. Bagi orang Jawa pohon tersebut memiliki arti serba becik atau serba baik. Sebab itu, lokasi ini sangat sakral dan memiliki pengaruh tersendiri bagi para peziarah. Setelah melewati lorong tersebut peziarah sudah sampai pada area utama cungkup Panembahan Sumolo.

Bentuk Cungkup

Bentuk arsitektur Cungkup Panembahan Sumolo dipengaruhi oleh budaya Eropa. Sehingga seluruh bangunannya dipengaruhi gaya arsitektur klasik, kolom-kolom ionic masih dipakai di beberapa tempat termasuk juga pada kubah cungkup makamnya.

Bentuk kubah tersebut tidak jauh berbeda dengan kubah masjid pada umumnya, sangat megah dan tinggi menjulang. Cungkup yang terdapat pada makam Panembahan Sumolo memliki dua lantai. Lantai pertama merupakan tempat pemakaman keluarga Panembahan Sumolo, sementara lantai kedua hanya berupa ruangan yang cukup luas. Untuk menuju ruang atas harus menggunakan tangga.

Pada bagian atas atap terdapat kubah besar dengan hiasan kubah kecil, terdapat pula “Kembul” dalam Bahasa Madura dan bulan sabit. Bentuk kubah tersebut tidak jauh berbeda dengan istana yang ditempatinya oleh Panembahan Sumolo dan para keturunannya yakni berupa bangunan Loteng yang merupakan bagian dari rumah bertingkat, lantai atas atau langit-langit dari rumah berlantai dua.

Cungkup Panembahan Sumolo ditopang oleh penguat pilar yang besar dan kokoh. Pilar yang berada pada cungkup berjumlah 21 pilar dengan dilengkapi ukiran ordo lonia dengan warna kuning dan hijau. Warna ini memang menjadi karakter yang terdapat pada keraton Sumenep.

Kubah yang megah tersebut memiliki empat jendela mengelilingi lantai dua dengan disertai pagar yang berada setiap ujung kubah. Sebagai penopang dari kubah tersebut terdapat pilar yang kesemuanya berjumlah 14 buah. Dengan keberadaan kubah bertingkat disini memberikan arti bahwa kewibawaan seorang raja saat memegang tampuk pemerintahan Sumenep tempo dulu. Bahkan dari saking istimewanya, lantai cungkup ini terbuat dari batu marmer atau giok.

Bentuk dan Jumlah Makam

Didalam cungkup juga terdapat prasasti yang bertuliskan Arab yang tercatat tentang meninggalnya Panembahan Notokusuma I (Panembahan Sumulo).  Dalam prasasti tersebut juga terpahat ukiran yang terbuat dari Marmer atau batu giok. Atap yang yang berada didalam cungkup terbuat dari kayu dengan di cat warna coklat menaungi semua makam yang berada didalamnya.

Makam yang terdapat dalam cungkup disini sangat mewah dan megah. Tentunya pada makam yang berjejer di bagian paling depan. Bentuk dari makam ini tidak bertingkat seperti halnya makam yang terdapat pada area bagian barat, makam atau asta pada cungkup ini terbuat dari marmer atau batu giok. Dalam penempatan makam disini menggunakan adat Madura yang memberikan sumber bahwa ajaran atau tuntunan dan etika dalam berprilaku.

Makam yang berada didalam cungkup yakni terdiri dari delapan makam yang diurut dari paling tua, yakni Panembahan Somulo, Sultan Abdurrahman, Panembahan Muhammad Saleh, Pangeran Pakunataningrat II Mangku Adiningrat, Raden Ayu Penembahan Muhammad Saleh, Kanjeng Ratu Prawiro Diningrat, Raden Ajeng Hafsah binti Panembahan Sumolo dan Raden Ayu Panembahan Sumolo.

Sementara makam yang berada di luar cungkup tepatnya di bawah  teras, yakni Raden Ario Pratamingkusumo, Raden Ario Prabuwinoto, Raden Ayu Prabuwinuto yang bertempat disebelah kanan cungkup, pada kiri cungkup terdapat makam Raden Ayu Pakunataningrat, Raden Ayu Armuji Kusumo. Bahkan ada juga salah satu keluarga Sultan Abdurrahman yang berada diluar cungkup yakni Pangeran Suringrat, dan ini yang menjadi deretan palig terakhir yang berada di dalam area timur Asta Tinggi.

Jangan lupa tonton juga video ini:

Mamira.ID

Exit mobile version