Site icon MAMIRA.ID

Raden Bahauddin Wongsotaruno: Ayah Sang Pejuang Kemerdekaan RI dari Madura

Ket.Foto: Asta Raden Haji Bahaudin Wongsotaruno yang berada di kompleks pemakaman keluarga Raden Onggodiwongso, tepatnya di kaki bukit Asta Tinggi. (Mamira.ID)

Mamira.ID – Kelurahan Kepanjin merupakan kawasan yang berada di pusat Kota Sumenep saat ini, tepatnya berada dalam lingkungan wilayah administratif Kecamatan Kota Sumenep. Kawasan yang sedari dulu sampai sekarang banyak menyimpan jejak-jejak sejarah.

Kawasan yang dahulu merupakan kawasan elit tersebut adalah tempat para pangeran dan juga keluarga sentana keraton Sumenep bertempat tinggal. Bahkan, keluarga sentana ini sudah menempati daerah tersebut sejak akhir abad ke-16 Masehi.

Salah satu tokoh keraton Sumenep yang pertama kali menempati kawasan ini adalah Raden Entol Anom alias Raden Onggodiwongso, putra R. Sutojoyo mantri Sotabar. Kini, kawasan tersebut sudah berubah menjadi kantor panti asuhan dan Masjid Al-Alim. Raden Entol Anom alias Raden Onggodiwongso adalah Patih Sumenep di abad 17. Dalam keterangan lain, beliau adalah Ronggo di Sumenep yang dikenal sebagai bangsawan utama, negarawan ulung, dan juga guru ngaji yang luas ilmunya di bidang agama.

Dari kawasan ini pula banyak lahir tokoh-tokoh legendaris Sumenep, para keturunan Onggodiwongso seperti Raden Demang Wongsonegoro, Raden Atmologo, Raden Tumenggung Kertoboso Pratalikromo, Raden Wongso Kusumo, Raden Werdisastro, dan Raden Bahauddin Wongsotaruno, dan lain sebagainya.

Dalam tulisan kali ini, Tim Mamira.ID akan membahas tentang sosok dari nama terakhir di atas yaitu Raden Bahauddin Wongsotaruno alias Kiai Patih Siwa, ayahanda dari para Perintis Kemerdekaan dan  Pejuang  Kemerdekaan Republik Indonesia dari Madura.

Raden Bahauddin Wongsotaruno lahir di kawasan elit rumah panggung yang merupakan kediaman leluhurnya di kawasan Kepanjin Sumenep pada  tahun 1870 Masehi. Beliau adalah bungsu dari 10 bersaudara, putra dari Raden Sujalma Wongso Kusuma II bin Raden Abdurrahim Wongso Kusuma I bin Raden Syirwana Pratalikrama (Raden Tumenggung Ronggo Kertoboso Pratalikrama – Hoofd Jaksa Van Sumenep).

Semasa kecil beliau bernama Abdul Gani, Wongsotaruno  ketika beranjak dewasa. Kemudian, saat di Madinah diberi nama Saifud Daulah oleh seorang Syaikh, lalu ditambah Bahauddin (Maulana Daulah Bahauddin), nama pemberian gurunya ketika menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama Islam di Makkah. Sehingga, beliau dikenal sebagai Raden Bahauddin Wongsotaruno alias Patih Siwa alias Kiai Patih Ronggosiwa.

Raden Bahauddin Wongsotaruno semasa hidupnya tercatat pernah menjabat sebagai Ajun Jaksa Sepudi, Asisten Wedono Sapeken, Asisten Wedono Lenteng, Asisten Wedono Sreseh, Asisten Wedono Jeddih, Wedono Sepuluh, Patih Bangkalan, dan terakhir pensiun menjabat Patih Sampang di masa Raden Tumenggung Ario Sosrowinoto.

Selain pernah menduduki beberapa jabatan di pemerintahan, Raden Bahauddin Wongsotaruno juga aktif menulis dan menghasilkan beberapa karya. Beliau juga merupakan ayah dari tiga pahlawan dari Madura, salah satunya dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, siapa saja mereka? Baca selengkapnya di halaman selanjutnya→

Karya Raden Bahauddin Wongsotaruno

Selain di pemerintahan, beliau juga aktif menulis, beberapa karya beliau di antaranya, “Kandhaepon Batara Rama” yang diterbitkan Balai Pustaka pada jaman penjajahan Belanda. Selain itu, ada juga tulisan beliau tentang keagamaan yaitu “Ibadah yang Sempurna dan Gapurarjo”, dalam sampul tulisan beliau sebagai berikut “Konsep serat Gapurarjo (salinan dari kitab Madura)” yang berjudul “Enggi Kaprana Partengka Alaladin Guste Allah” (Bagaimana semestinya tata cara melayani Gusti Allah) yang disalin pada tahun 1915 Masehi, bersama temannya, seorang mantri klaseer Bangkalan, dan dihaturkan kepada gurunya yaitu Kanjeng Pangeran Kusumoyudo alias Kanjeng Sunan Solo pada tahun 1917 Masehi.

“Beliau juga banyak belajar tentang Al-Qur’an dan hukum-hukum Islam melalui kitab-kitab kepada para ulama di tempat beliau menjalankan tugas. Jadi, tidak mengherankan jika pemahamannya dalam hal agama Islam sangat mendalam,” tutur Iik Guno Sasmito, mengutip dari catatan Raden Abdul Aziz Wongsotaruno.

Pada tahun 1914, ketika Raden Bahauddin Wongsotaruno menjabat Wedono Sepuluh. Beliau menggagas berdirinya “Masjid Jamik Sepulu” bersama H. Fathurrahman, Penghulu Sepulu, setelah mendapatkan restu dari Bupati Bangkalan yang kala itu dijabat oleh R.A.A. Suryonegoro dan sahabatnya, Syaikhona Mohammad Kholil Bangkalan.

Ket.Foto: Gambar wajah Raden Haji Bahaudin Wongsotaruno. (Mamira.ID)

Raden Bahauddin Wongsotaruno menghabiskan masa tuanya di Sumenep dan wafat pada tahun 1931 Masehi, tepatnya tanggal 25 Jumadil Awal. Jasadnya dikebumikan di kompleks pemakaman keluarga Raden Onggodiwongso, tepatnya di kaki bukit Asta Tinggi, berkumpul dengan para leluhurnya.

Beliau mempunyai 23 putra-putri dari 8 kali pernikahannya, dan tiga di antaranya dikenal sebagai Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia dan salah satu diantara mereka dinobatkan sebagai Pejuang Kemerdekaan (Pahlawan Nasional ) yaitu;

  1. Raden Abdul Rachim Pratalikrama (Residen pertama Kediri dan Anggota BPUPKI)
  2. Raden Abdul Halim Perdana Kusuma (Komodor Udara Halim Perdanakusuma/Pahlawan Nasional)
  3. Raden Abdul Makki Perdana Kusuma (Komodor Udara Makki Perdanakusuma)

Jangan lupa tonton juga video Mamira.ID di youtube:

Mamira.ID

Exit mobile version