Site icon MAMIRA.ID

Benteng Kalimo’ok: Jejak Kejayaan VOC di Sumenep

Mamira.id – Bangunan tua dengan pintu gerbang yang masih utuh itu tampak menantang dan gagah dilihat, bangunan ini dikenal dengan Benteng Kalimo’ok. Benteng bersejarah yang dibangun VOC ini terletak di Desa Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep.

Berawal dari perjanjian antara VOC dengan Pakubowono I Raja Mataram Tahun 1705 silam. Dalam perjanjian tersebut, dua wilayah bagian Madura timur diberikan kepada kuasa VOC. Meski dibawah kuasa VOC, perjanjian tersebut rupanya memberikan dampak yang cukup besar bagi Sumenep di kemudian hari. Para Bupati dari dua wilayah ini diwajibkan untuk senantiasa mengadakan kontrak-kontrak dalam kurun waktu tertentu.

Kontrak atau perjanjian yang dibuat cukup beragam, mulai dari penyediaan bahan pokok hingga menyediakan ribuan orang untuk kepentingan pertanahan VOC. Jadi tak mengherankan juga jika kemudian hari, pada tahun setelahnya, VOC memerintahkan untuk membangun sebuah benteng di Sumenep.

Pada awalnya, Kalianget merupakan cikal bakal kota modern yang berada Kabupaten Sumenep. Di kota tua inilah pertama kali dijadikan sebagai tempat perdagangan, alasannya cukup sederhana, dikarenakan letaknya yang sangat strategis. Makanya VOC memilih tempat yang merupakan bandar pelabuhan yang lumayan maju di Madura bagian timur ini. Pelabuhan ini diberi nama Kertasada, pelabuhan tertua yang berada di Sumenep.

Benteng yang berada di Desa Kalimo’ok, dibangun di atas tanah yang cukup tinggi dan memungkinkan untuk melihat kondisi pesisir dan muara Sungai Marengan dari jarak yang cukup jauh. Sebuah sungai yang cukup ramai pada masanya, karena merupakan jalur keluar masuk menuju pusat kota. Bahkan tempo dulu, di sungai Marengan Laok terdapat jembatan rantai, guna untuk transportasi bagi para pedagang dari berbagai penjuru nusantara.

Ketika Sumenep jatuh ke tangan VOC pada tahun 1705, VOC mulai membangun sebuah benteng yang terletak di Kalianget Barat, namun dikarenakan posisinya yang kurang strategis dan berbatasan langsung dengan laut selat Madura, benteng tersebut urung dibangun, oleh masyarakat sekitar daerah tersebut dikenal dengan nama “Loji Kanthang” yang saat ini nama tersebut dijadikan sebagai nama sebuah kampung Loji Kanthang.

Lokasi Benteng yang strategis ini memang di gadang-gadang sebagai tempat terbaik karena memiliki tempat yang paling strategis meskipun pada akhirnya keyakinan ini dipatahkan oleh kejadian berdarah pada tahun 1811, dimana pada saat itu serdadu Inggris berhasil mengambil alih bangunan tempat para serdadu Belanda berlindung diri.

Robert Van Hoevel seorang menteri yang juga politikus di Hindia Belanda yang pernah melakukan kunjungannya ke Sumenep tahun 1846 menggambarkan secara sekilas suasana lingkungan benteng ini. Dalam catatannya yang berjudul Reis Over Java, Madoera en Bali dituliskan bahwa benteng ini mulanya nyaris dibangun dipinggir pantai, hanya saja rencana pembangunan tersebut gagal dan pada akhirnya dipilihlah sebuah lokasi yang cukup jauh dari pesisir dan juga permukiman masyarakat saat itu.

Kongsi dagang tersebut tak kehilangan akal, akhirnya pihak VOC pun membangun Benteng di daerah Kalimo’ok dikarenakan lokasinya yang cenderung tinggi dari lingkungan sekitar. Benteng tersebut dibangun pada tahun 1785. Seiring dengan dibangunnya daerah pertahanan tersebut, pemukiman-pemukiman orang Eropa mulai menyebar di daerah Marengan dan Pabean, hal tersebut bisa kita lihat pada model arsitektur bangunan yang cenderung terpengaruh kebudayaan indisch. Kebudayaan indischs sendiri berkembang pada abad 17-18.

Dari sebutan nama Kota Tua oleh generasi saat ini tak dipungkiri bangunan yang berada sangatlah Kuna. Bahkan ketika mengunjunginya mata akan terpana dengan kegagahan dan gerbang yang berada di barat dan Utara Benteng Kalimook tersebut yang terletak sekitar 7 km disebelah tenggara ibu kota Sumenep atau sekitar dua ratus meter sebelah utara muara Sungai Marengan.

Luas Benteng

Pintu gerbang benteng dengan ketinggian kurang-lebih lima hingga enam meter itu dilengkapi dengan simbol pusar angin di pintu sisi sebelah kiri. Terdapat pula di samping kanan dengan berrtuliskan tahun berdirinya Benteng Kalimo’ok.

Memasuki ke area dalam benteng, terdapat cekungan yang berada di setiap bangunan benteng tersebut, cekungan itu dibuat sebagai tempat senjata Meriam guna mengantisipasi penyerangan musuh. Tak terbayang penjagaan dan kewaspadaan benteng tersebut sangatlah ketat.

Fort Soemenep atau lebih dikenal dengan sebutan benteng Kalimo’ok merupakan benteng yang hampir sebagian besar konstruksinya terbuat dari susunan batu kapur. Maka tak heran jika benteng ini mempunyai ukuran yang tinggi dengan ketebalan tembok sekitar 1 meter.

Benteng Sumenep bisa dikategorikan sebagai benteng yang cukup kecil jika dibandingkan benteng-benteng lainnya di daerah Jawa. Luasnya yang tak kurang dari 2 hektare tersebut, dihuni oleh 25-30 serdadu Eropa. Minimnya jumlah serdadu yang ditugaskan di Benteng ini berdampak pula pada jumlah bangunan yang dibangun didalamnya.

Benteng Sumenep hanya memilik 4 buah bangunan sebagaimana yang bisa kita lihat pada peta Sumenep tahun 1883 dan juga beberapa foto peninggalan Badan Arkeologi Kolonial tahun 1920 an. Keberadaan bangunan ini juga didukung dengan temuan struktur yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Jogjakarta yang melakukan eskavasi dari tahun 2003-2006 silam.

Di dalam peta dan foto tersebut, nampak bangunan-bangunan didalam tembok benteng disusun saling berhadapan satu dengan yang lainnya hingga menyisakan sebuah ruang terbuka pada bagian tengahnya. Sejauh ini belum diketahui secara pasti fungsi dari keempat bangunan teresebut, ada kemungkinan bangunan yang telah lenyap tersebut merupakan bangunan barak militer dan kantor. Benteng ini hampir sebagian besar dibangun dengan menggunakan material bata putih dengan ketebalan yang cukup variatif, kira-kira 50 cm. Benteng Sumenep ini juga dilengkapi dengan bastion, yang mana semua bastion dilengkapi dengan meriam dengan masing masing dengan berat 8 pon.

Benteng Sumenep, merupakan pos pertahanan yang sebenarnya tidak terlalu diperhitungkan keberadaannya oleh Pemerintah Kolonial. Sebagaimana sebuah laporan yang ditulis dalam laporan berjudul pos-pos pertahanan di Hindia Belanda yang diterbitkan pada tahun 1864.

Kesetiaan pemerintah lokal dengan pemerintah Kolonial dalam menjaga kondusifitas di berbagai wilayah tidak sepatutnya pemerintah Kolonial membangun benteng di Sumenep. Namun berbeda dengan wilayah lainnya yang selalu mengadakan penghianatan-penghianatan kepada pemerintah saat itu.

Meski demikian, dalam beberapa laporan, benteng ini tetap dijaga dan dirawat dengan baik. Tahun 1813, Pemerintahan Inggris, melalui R. C. Gamham, mendiang Komandan Pasukan di Sumenep diberikan sejumlah uang oleh Deputi Keuangan Bidang Militer, sejumlah enam ratus tiga belas Dolar Spanyol dan dua Stivers, untuk perbaikan bangunan Benteng. Pada tahun 1863 Benteng ini kembali diberikan dana perawatan sebesar 150 Gulden oleh Pemerintah Hindia-Belanda.

Penjara Anak Pangeran Diponegoro

Benteng Sumenep mempunyai perjalanan sejarah yang cukup panjang pada masanya, bukan hanya menjadi saksi pertempuran perebutan kekuasaan antara pemerintah Inggris dan Belanda, namun juga menjadi saksi dari keberingasan pemerintah kolonial dalam memberangus anak keturunan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro. Mengutip isi dari sebuah laporan kolonial yang diterbitkan tahun 1853, Anak Pangeran Diponegoro ditangkap dan ditahan di Benteng Sumenep atas tuduhan keterlibatannya dalam sebuah konspirasi yang diinisiasi oleh Harya Rangga, seorang pangeran yang membenci Sultan Jawa dan orang-orang eropa.

Dengan kondisi benteng sudah kuna ini, jadi teringat pada ungkapan penyair Inggris, William Morris (1834-1896), Bahwa: “Bangunan-bangunan tua ini bukan hanya milik kita; mereka milik para leluhur kita dan akan diwariskan pada anak cucu kita, kecuali hak itu kita rampas dari mereka. Tak sepatutnya kita berbuat sesuka hati atas bagunan-bangunan ini. Kita sekedar pemegang amanat bagi generasi yang akan datang.”

Jangan juga lupa lihat video ini:

Penulis: Fauzi

Editor: Mamira.ID

Exit mobile version